-->

Askep Diabates Mellitus

Asuhan Keperawatan Askep Diabetes Mellitus dapat di kategorikan dalam Keperawatan Medikal Bedah.

Dibawah ini merupakan salah satu dari sekian banyak teori-teori yang berhubungan dengan Diabetes Mellitus. Askep yang saya share di sini terdiri dari Tinjauan Teori Diabetes Mellitus yang membahas tentang pengertian, etiologi, patofisiologi, gambaran klinis, penatalaksanaan, dan lainnya.

Kemudian di ikuti dengan Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan yang terdiri dari Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Intervensi Keperawatan, Implementasi dan Evaluasi Keperawatan.

Sementara untuk Contoh Kasus Asuhan Langsung Pada Pasien Diabetes Mellitus akan saya sheer pada pertemuan selanjutnya..

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGA DIABETES MELLITUS

A.  Konsep dasar
1.    pengertian
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Brunner, 2001). Sedangkan menurut Nettina, (2001) diabetes mellitus adalah gangguan metabolik yang dikarakteristikkan oleh hiperglikemia, dan diakibatkan dari kerusakan produksi insulin, sekresi, atau penggunaan. Insulin adalah hormone yang disekresi dari sel beta dari pulau langerhans pada pangkreas. Hormon ini adalah kunci dalam metabolisme seluler dan juga pada metabolism protein dan lemak. Defisiensi atau resistensi insulin absolute atau relatif menyebabkan beberapa bentuk diabetes.
Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia kronik di sertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi membran basalis dalam pemeriksaan dengan microskop electron (Mansjoer, 2001).
2.    Tipe Diabetes Mellitus
a.    Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDD)
Sel-el beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah, awitan mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
b.    Non Insulin Dependent Diabetes Millitus (NIDDM)
Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olah raga; jika kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemia (suntikan insulin dibutuhkan jika preparat oral tidak dapat mengontrol hiperglikemia), terjadi paling sering pada usia diatas 30 tahun dan obesitas (Baughman. 2000)
3.    Etiologi
Menurut Brunner (2001) penyebab diabebetes mellitus berdasarkan tipenya ialah  sebagai berikut:
a.         Diabetes tipe I: pada diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan untuk menghasilkan insulin kareana sel-sel beta pancreas telah dihancurkan oleh proses auto imun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Adapun Faktor-Faktornya sebagai berikut :
1)   Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
2)   Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
3)   Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.
b.        Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko : Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th), Obesitas, Riwayat keluarga, Kelompok etnik.
4.    Manifestasi klinis
Diagnosis Diabetes Mellitus awalnya ditandai dengan adanya gejala khas berupa polifagia, polidipsia, lemas, dan berat badan turun. Gejala lain yang mungkin dikeluhkan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur, dan impotensi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita (Mansjoer A, 2001).
5.    Patofisiologi
Menurut Smeltzer (2001) patofisiologi diabetes tipe 1 dan tipe II ialah sebagai berikut :
a.       Diabetes tipe I, pada diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan untuk menghasilkan insulin kareana sel-sel beta pancreas telah dihancurkan oleh proses auto imun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya, glukosa tersebut muncul dalam urine (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan dieksresikan kedalam urine, ekskresi ioni akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadan dimana dinamakan diiresis osmotic. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan , pasien  akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi).
b.      Diabetes tipe II, pada diabetes tipe II terdapat dua maslah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu : resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor. Terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada  diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan cirri khas diabetes tipe II namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi bahan keton yang menyertai. Karena itu ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada diabetes tipe II, meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainya yang dinamakan syndrome hiperglikemikhoperosmoler non ketotik (HHNK)
6.    Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko tinggi untuk DM yaitu kelompok usia dewasa tua (>40 tahun), obesitas, tekanan darah tinggi, riwayat keluarga DM, riwayat kehamilan dengan berat badan lahir bayi > 4.000gr riwayat DM pada kehamilan, dan dislipidemia. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah sewaktu kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standard. Untuk kelompok resiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringan negative, perlu pemeriksaan penyaring ulangan tiap tahun. Bagi pasien berusia > 45 tahun tanpa faktor resiko, pemeriksaan penyring dapat setiap tiga tahun ( Mansjoer A, 2001).
Kadar glukosa darah sewaktu :  Plasma vena <110 (bukan DM), 110-199 (belum pasti DM), >200 (DM). Darah Kapiler >90 (bukan DM), 90-99 (belum pasti DM), >200 (DM). Kadar glukosa darah puasa : Plasma Vena <110 (bukan DM), 110-125 (belum pasti DM), >126 (DM). Darah kapiler <90 (bukan DM), 90-109 (belum pasti DM), >110 (DM) (Mansjoer A, 2001)
7.    Komplikasi
a.    Akut
1)      Koma hipoglikemia
2)      Ketoasidosis
3)      Koma hiperosmolar nonketotik
b.    Kronik
1)      Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar; pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.
2)      Mikroangiopati, mengenai pembuluh darah kecil; retinopati, nefropati diabetic.
3)      Neuropati diabetic.
4)      Rentan infeksi, seperti tuberculosis paru, gingivitis, dan infeksi saluran kemih (Mansjoer, A 2001).
8.    Penatalaksanaan
Menurut Brunner,( 2002) Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1.    Diet
2.    Latihan
3.    Pemantauan
4.    Terapi (jika diperlukan)
5.    Pendidikan.
B.  Asuhan Keperawatan
Menurut Doengoes (2000) adapun pengkajian, diagnosa keperawatan dan perencanaan pada klien dengan diabetes militus adalah adalah sebagai berikut : 
1.    pengkajian
a.    Aktivitas/istirahat : Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
b.    Sirkulasi : Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
c.    Integritas Ego : Stress, ansietas
d.   Eliminasi : Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
e.    Makanan / Cairan : Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
f.       Alergi obat : Kelurga klien mengatakan tidak mempunyai riwat alergi makanan atau obat-obatan.
g.      Neurosensori : Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan penglihatan.
h.    Nyeri / Kenyamanan : Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
i.      Pernapasan : Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangu adanya infeksi / tidak), frekuensi pernapasan
j.      Keamanan : Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
k.    Penyuluhan/pembelajaran : Faktor resiko keluarga; DM penyakit jantung, stroke, hipertensi. Penyembuhan yang lambat. Penggunaan obat seperti steroid, diueretik (tiazd); dilantin dan fenobarbital.
l.     Riwayat psikososial : Klien takut penyakitnya tidak sembuh, cemas dengan penyakit yang diderita. Klien berharap semoga cepat sembuh dan dpata berkumpul kembali dengan anggota keluarganya, klien merasa tidak nyaman dengan suasana dirumah sakit.
m.  Pemeriksaan diagnostic : Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL, aseton plasma (keton) : positif secara mencolok, asam lemak bebas : kadar lipid dan kolestrol meningkat, osmolalitas serum : meningkat, elektrolit : natrium, kalium, fosfor. Haemogloin glikosilat kadarnya meningkat 2-4 kali lipat normal. Gas darah arteri : iasanya menunjukkan PH rendah dan peurunan pada HCO3, trombosit darah : Ht meningkat, ureum/kreatini : meningkat, amylase darah: mungkin meningkat. Insulin darah : mungkin menurun bahkan sampai tidak ada pada DM tipe I atau normal sampai tinggi pada DM tipe II. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin. Urine : gula dan aseton positif, kaltur dan sensivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih.
2.    Diagnosa
Menurut Doengoes, (2000) Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pasien dengan diabetes militus adalah sebagai berikut:
a.    Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotic (dari hiperglikemia), kehilangan gastric, berlebihan; diare, muntah, masukan dibatasi; mual, kacau mental
b.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan insulin (penurunan ambilan dan penggunaan glukosa oleh jaringan mengakibatkan peningkatan metabolisme proten/lemak, penurunan masukan oral; anoreksia, mual, lambung penuh, nyeri abdomen, perubahan kesdaran. Status hipermetabolisme: pelepasan hormone stress, proses infeksius.
c.    Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis) berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit, perubahan pada sirkulasi, infeksi pernapasan yang ada sebelumnya, atau ISK.
d.   Resiko tinggi perubahan perceptual-perseptual berhubungan dengan perubahan kimia endogen; ketidakseimbangan glukosa/insulin dan atau elektrolit
e.    Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi metabolic.
f.     Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/progresif yang tidak dapat diobati.
g.    Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan pengobatan berhubungan dengan kurang pemanjangan / mengingat, kesalahan interprestasi informasi.
3.    Intervensi
Menrut   Doengoes, (2000)  rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan diabetes militus adalah:
a.    Kekurangan volume cairan berhubungan dengan dieresis osmotic (dari hiperglikemia), kehilangan gastric, berlebihan; diare, muntah, masukan dibatasi; mual, kacau mental
Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria hasil : Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.
1)   Dapatkan riwayat pasien/orang tedekat sehubungan dengan lamanyaintensitas dari gejala seperti muntah, pengeluaran urin yang sangat berlebihan. Rasional : membantu dalam memperkirakan kekurangan volume cairan.
2)   Pantau tanda-tanda vital dan catat adanya perubahan TD. Rasional : hipovalemia dapat  dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardi
3)   Pantau suhu tubuh, warna kulit dan kelembaban nya. Rasional : meskipun demam menggigil dan diaphoresis merupakan hal umum terjadi pada proses infeksi.
4)   Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa. Rasional : merupakan indicator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat
5)   Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urin. Rasional : memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal dan keefektifan dari terapi yang diberikan.
6)   Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit, 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung. Rasional : mempertahankan hidrasi/volume sirkulasi.
7)   Catat hal-hal  seperti mual, muntah dan distensi lambung. Rasional : kekurangan cairan dan elektrolitmengubah mobilitas lambung, yang seringkali akan menimbulkan muntah.
8)   Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur. Rasional : pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat mungkin sangat berpotensi menimbulkan kelebihan beban cairan dan GJK.
9)   Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrose. Rasional : tipe dan jumlah dari cairan tergantung dari derajat kekurangan cairan dan respon pasien secara individual.
10)         pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K). Rasional : mengkaji ting hidrasi, peningkatan nilai dapat mencerminkan kerusakan sel,
b.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan insulin (penurunan ambilan dan penggunaan glukosa oleh jaringan mengakibatkan peningkatan metabolisme proten/lemak, penurunan masukan oral; anoreksia, mual, lambung penuh, nyeri abdomen, perubahan kesdaran. Status hipermetabolisme: pelepasan hormone stress, proses infeksius.
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria hasil : mencerna jumlah kalori/nutrient dengan cepat, menunjukkan tingkat energy biasa.
1)   Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi. Rasional : mengkaji pemasukan makanan yang adekuat.
2)   Tentukan program diet dan dan pola makanan pasien dan bandingkan dengan makanan yang telah dihabiskan pasien. Rasional : mengidentifikasi kekurangan dan penyimpanan dari kebutuhan terapetik.
3)   Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahan kan keadaan puasa sesuai dengan indikasi. Rasional : hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat menurunkan fungsi lambung.
4)   Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit dengan segera. Rasional : pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar dan fungsi gastroentestinal baik.
5)   Libatkan keluarga klien pada perencanaan makan ini sesuai dengan indikasi. Rasional :meningkatkan rasa keterlibatannya.
6)   Observasi tanda-tanda hipoglikeumia. Rasional : karena metabolisme karbohidrat mulai terjadi gula darah akan berkurang, dan sementara tetap diberikan insulin.
7)   Kolaborasi : Lakukan pemeriksaan gula darah dengan menggunakan finger stck. Rasional : analisa ditempat tidur terhadap guka darah lebih akurat.
8)   Pantau pemeriksaan laboratorium seperti glukosa darah, aseton, pH, dan HCO3. Rasional : gula darah akan menurun perlahan dengan pergantian cairan dan terapi insulin terkontrol.
9)   Berikan pengobatan insulin secara teratur dengan metode IV. Rasional : insulin regular memiliki awitan cepat.
10)         Berikan laruta glukosa misalnya dektrosa dan setenngah salin normal. Rasional : larutan glukosa ditambahkan setelah insulin dan cairan membawa gula darah kira-kira 250 mg/dl
11)         Lakukan kolaborasi dengan ahli diit. Rasional : sangat bermanfaat dalam penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien
12)         Berikan diit kira-kira 60% karbohidrat, 20% protein dan 20% lemak. Rasional : komplek karbohidrat seperti jagung, wartel, brokoli, buncis, gandum dll.
13)         Berikan obat metaklopramid. Rasional : dapat bermanfaat dalam mengatasi gejala yang berhubungan dengan neuropati.
c.    Resiko tinggi tehadap infeksi (sepsis) berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit, perubahan pada sirkulasi, infeksi pernapasan yang ada sebelumnya, atau ISK.
Tujuan : infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil :mengidentifikasi intervensi untuk mencegah resiko infeksi.
1)   Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan, seperti demam, kemerahan, adanya pus pada luka, sputum purulen, urin warna keruh dan berkabut. Rasional : pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya dicetuskan keadaan ketoasidosis
2)   Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang yang berhubungan dengan klien. Rasional : mencegah upaya timbulnya infeksi silang.
3)   Pertahankan teknik aseptic  pada prosedur invansiv. Rasional : kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik dalam pertumbuhan kuman.
4)   Pasang kateter/lakukan perawtan perineal dengan baik. Ajarkan pasien wanita utuk membersih kan daerah perinealnya dari depan kearah belakang setelah eliminasi. Rasional : mengurangi resiko terjadinya infeksi saluran kemih.
5)   Berikan perawatan kulit dengan teratur. Rasional : sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada peningkatan resiko terjadinya kerusakan pada kulit/iritasi kulit dan infeksi.
6)   Lakukan perubahan posisi dan anjurkan klien untuk batuk efektif/napas dalam jika pasien sadar dan kooperatif. Rasional : membantu dalam menventilasikan semua daerah paru.
7)   Beri tisu dan tempat sputum yang mudah dijangkau klien. Rasional : mengurangi penyebab infeksi.
8)   Bantu pasien untuk melakukan hygiene oral. Rasional : menurunkan resiko terjadinya penyakit infeksi.
d.   Resiko tinggi Perubahan sensori-perseptual berhubungan dengan perubahan kimia endogen; ketidakseimbangan glukosa/insulin dan atau elektrolit
Tujuan : mencegah tejadinya kerusakan sensori
Kriteria hasil : mempertahan kan tingkat mental biasa, mengendali, mengompensasi adanya kerusakan sensori.
1)   Pantau tanda-tanda vital dan status mental klien. Rasional : sebagai dasr untuk membandingkan temuan abnormal.
2)   Panggil pasien dengan nama pasien, orientasikan kembali sesuai dengan kebutuhannya , missal tempat, orang, dan waktu. Rasional : menurunkan kebingungan dan membantu untuk mempertahankan kontak dengan realitas.
3)   Jadawalkan intervensi keperawatan agar tidak mengganggu istirahat klien. Rasional : meningkatkan tidur, menurunkan rasa letih.
4)   Pelihara aktivitas rutin klien seekosistem mungkin. Rasional : membantu memelihara pasien tetap berhubungan dengan realitas.
5)   Lindungi klien dari cedera (gunakan pengikat) ketika kesadaran klien terganggu. Rasional ; pasien mengalami disorientasi merupakan awal kemungkinan timbulnya cedera.
6)   Bantu klien dalam ambulasi atau perubahan posisi. Rasional : meningkatkan keamanan pasien.
7)   Kolaborasi ; berikan pengobata sesuai dengan obat yang ditentukan untuk mengatasi DKAsesuai indikasi. Rasional : gangguan dalam proses piki/potensial terhadap aktivitas kejang.
8)   Pantau nilai laboratorium. Rasional : ketidak seimbangan nilai laboratorium dapat menurunkan fungsi mental.
9)   Bantu dengan memblok saraf setempat, mempertahankan unit TENS. Rasional : dapat memeberikan rasa nyaman yang berhubungan dengan neuropati.


e.    Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi metabolic.
Tujuan : memperbaiki metabolisme abnormal
Kriteria hasil : mengungkapkan peningkatan tingkat energi. Menunjukkan perbaikan kemampuan energi untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.
1)   Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas, buat jadwal perncanaan dengan klien identifikasi aktifitas yang menimbulkan kelelahan. Rasional : pendidikan dapat menimbulkan motivasi klien.
2)   Berikan aktivitas alternative dengan periode istirahat yang cukup tanpa diganggu. Rasional : mencegah kelelahan yang berlebihan
3)   Pantau nadi, frekuensi pernapasan dan tekanan darah sebelum dan sesudah aktivitas. Rasional : mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi.
4)   Diskusikan cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat dan sebagainya. Rasional : pasien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan penurunan kebutuhan akan energy pada setiap kegiatan.
5)   Tingkatkan partisipasi klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan yang dapat ditoleransi. Rasional ; meningkatkan kepercayaan diri yang positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi klien.
f.     Ketidak berdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang.
Tujuan : mengidentifikasi/membantu penanganan terhadap penyebab yang mendasari.
Kriteria hasil: mengidentifikasi cara-cara sehat untuk menghadapi perasaan.
1)   Anjurkan klien dan keluarga untuk mengekspresikan perasaannya tentang perawatan dirumah sakit dan penyakitnya secara keseluruhan. Rasional : mengidentifikasikan area perhatiannya dan memudahkan cara pemecahan masalah.
2)   Akui normalitas dan perasaan. Rasional : pengenalan bahwa reaksi normal dapat membantu pasien untuk memecahkan masalah.
3)   Kaji bagaimana klien telah  menangani masalahnya dimasa lalu, identifikasi lotus control. Rasional : pengetahuan gaya individu membantu untuk menentukan kebutuhan terhadap tujuan penanganan.
4)   Berikan kesempatan pada keluarga untuk mengekspresikan perhatiannya dan diskusikan cara mereka dapat membantu sepenuhnya terhadap pasien. Rasional : meningkatkan perasaan terlibat dan memberikan kesempatan keluarga untuk mencegah masalah untuk membantu mencegah terulangnya penyakit pada pasien tersebut.
g.    Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang mengingat, kesalahan interprestasi informasi , tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan : pasien dan keluarga mendapatkan informasi yang akurat mengenai maslah kesehatan yang dialami oleh klien
Kriteria hasil :  mengungkapkan pemahaman tentang penyakit, melakukan perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
1)   Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan penuh perhatian dan selalu ada untuk pasien. Rasional : menanggapi bersedia mengambil bagian dalam proses belajar.
2)   Pilih bagian strategi belajar, seperti teknik demontrasi yang memerlukan ketrampilan dan biarkan pasien mendemontrasikan ulang. Rasional : penggunaan cara yang berbeda tentang mengakses informasi peningkatan penerapan pada individu yang belajar.
3)   Diskusikan tentang rencana diet. Rasional : kesadaran tantang pentingnya control diet akan membantu klien dalam merencanakan makan/mentaati program.
4)   Tinjau ulang program pengobatan meliputi awitan, puncak dan lamanya dosisi insulin yang diterapkan bila disesuaikan dengan pasien atau keluarga. Rasional : pemahaman tentang semua aspek yang digunakan obat meningkatkan penggunaan yang tepat.
4.    Implementasi
Menurut Carpenito, (2009). komponen implementasi dalam proses keperawatan mencakup penerapan ketrampilan yang diperlukan untuk mengimplentasikan intervensi keperawatan. Ketrempilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk implementasi biasanya berfokus pada
a)    Melakukan aktivitas untuk klien atau membantu klien.
b)   Melakukan pengkajian keperawatan untuk mengidentifikasi masalah baru atau memantau status masalah yang telah ada
c)    Member pendidikan kesehatan untuk membantu klien mendapatkan pengetahuan yang baru tentang kesehatannya atau penatalaksanaan gangguan.
d)   Membantu klien membuat keptusan tentang layanan kesehatannya sendiri.
e)    Berkonsultasi dan membuat rujukan pada profesi kesehatan lainnya untuk mendapatkan pengarahan yang tepat.
f)    Memberi tindakan yang spesifik untuk menghilangkan, mengurangi, atau menyelesaikan masalah kesehatan.
g)   Membantu klien melakukan aktivitasnya sendiri
h)   Membantu klien mengidentifikasi risiko atau masalah dan menggali pilihan yang tersedia. 
5.    Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat harusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respons terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil (Hidayat, A, 2009).

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Askep Diabates Mellitus"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel