-->

Contoh KTI Asuhan Keperawatan Pada Klien Pre Dan Post Operasi KATARAK

Kali ini saya akan membagikan contoh KTI  Asuhan keperawatan pada Klien Tn. M Dengan Pre Dan Post Operasi Katarak  melalui pendekatan proses keperawatan yang komprehensif di Ruang Marhamah III Rumah Sakit Palang Merah Indonesia (PMI) Aceh Utara.


BAB I
PENDAHULUAN ASKEP KATARAK


I. Latar belakang Pre dan Post Katarak


Katarak merupakan penyebab kebutaan utama yang dapat diobati di dunia pada saat ini. Sebagian besar katarak timbul pada usia tua sebagai akibat pajanan terus menerus terhadap pengaruh lingkungan dan pengaruh lainnya seperti merokok, radiasi ultraviolet, dan peningkatan kadar gula darah (Perdami, 2010).

Katarak yang terjadi akibat usia lanjut bertanggung jawab atas 48 % kebutaan yang terjadi di dunia, yang mewakili 18 juta jiwa, menurut WHO (World Health Organization). kelayakan bedah katarak di beberapa negara belum memadai sehingga katarak tetap menjadi penyebab utama kebutaan. Bahkan di mana ada layanan bedah yang tersedia, penglihatan rendah yang terkait dengan katarak masih dapat dijumpai, sebagai hasil dari lamanya menunggu untuk operasi dan hambatan untuk dioperasi, seperti biaya, kurangnya informasi dan masalah transportasi. Di Amerika Serikat dilaporkan mencapai 42 % dari orang-orang antara usia 52 sampai 64, 60 % dari orang-orang antara usia 65 dan 74, dan 91% dari mereka antara usia 75 dan 85 (wikipedia, 2012).

Prevalensi Katarak merupakan salah satu penyebab terjadinya kebutaan. 1,47 persen dari jumlah penduduk atau sebesar 3,5 juta, dan katarak merupakan penyebab utama yang mencakup 60-70 persen dari total kebutaan. Bahkan, menurut data WHO, penderita buta katarak  bertambah 0,1 persen dari jumlah penduduk. Dalam perhitungan waktu di Indonesia setiap 3,5 menitnya ada satu orang menjadi buta. Pasien yang melakukan operasi katarak fakoemulsifikasi di JEC (Jakarta Eye Center) sejak 2004 hingga tahun 2008 sebanyak 70 ribu pasien. Semua dokter mata, yang berhimpun dalam Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI), bertekad meningkatkan jumlah operasi. Setiap dokter mata, yang kini mengoperasi dua pasien setiap minggu, akan meningkatkan jumlah operasinya menjadi enam pasien seminggu. Ini akan mencapai angka 1.000 operasi katarak per satu juta penduduk per tahun (Syakir, 2011).

Prevalensi nasional Katarak Pada Penduduk Umur > 30 Tahun 1,8 % berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan. Sebanyak 12 provinsi mempunyai prevalensi Katarak Pada Penduduk Umur diatas 30 Tahun diatas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, DKI Jakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, dan Papua (Riskesdas, 2007).

Nanggroe Aceh Darussalam menunjukkan angka persentase 3,7 % penderita katarak berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dalam 12 bulan terkahir dengan berdasarkan proporsi responden yang mengaku pernah didiagnosisi katarak oleh tenaga kesehatan, angka tersebut memperlihatkan bahwa jumlah penderita katarak di Naggroe Aceh Darussalam diatas angka nasional (Riskesdas, 2007).

Data yang penulis peroleh dari Medikal Records Rumah Sakit PMI kabupaten Aceh Utara sejak juni 2010 sampai dengan Mei 2011 terdapat 151 (5,16%) pasien Katarak dari jumlah keseluruhan jumlah pasien yang dirawat sebanyak 2.923 pasien, di bulan juni 2011 sampai dengan Mei 2012 terdapat 174 (5,63%) pasien Katarak dari jumlah keseluruhan 3.087 pasien yang dirawat di Rumah Sakit Palang Merah Indonesia kabupaten Aceh Utara.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk menyusun karya tulis ilmiah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Tn. M Dengan pre dan post operasi katarak ”

II. Tujuan Penulisan Askep Katarak

A. Tujuan Umum


Untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada Klien Tn. M Dengan Pre Dan Post Operasi Katarak melalui pendekatan proses keperawatan yang komprehensif di Ruang Marhamah III Rumah Sakit Palang Merah Indonesia (PMI) Aceh Utara.

B. Tujuan Khusus
  1. Dapat melakukan pengkajian keperawatan pada Klien Tn. M dengan Pre Dan Post Operasi Katarak di Ruang Marhamah III Rumah Sakit PMI Aceh Utara.
  2. Dapat menentukan diagnosa keperawatan sesuai dengan prioritas masalah yang dialami pada Klien Tn. M dengan Pre Dan Post Operasi Katarak di Ruang Marhamah III Rumah Sakit PMI Aceh Utara.
  3. Dapat merumuskan perencanaan keperawatan sesuai dengan masalah yang ditentukan pada Klien Tn. M dengan Pre Dan Post Operasi Katarak di Ruang Marhamah III Rumah Sakit PMI Aceh Utara..
  4. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang telah disusun pada  Klien Tn. M dengan Pre Dan Post Operasi Katarak di Ruang Marhamah III Rumah Sakit PMI Aceh Utara..
  5. Dapat melakukan evaluasi terhadap semua tindakan yang telah dilakukan pada Klien Tn. M dengan Pre Dan Post Operasi Katarak di Ruang Perawatan Marhamah III Rumah Sakit PMI Aceh Utara.
  6. Dapat melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan pada Klien Tn. M dengan Pre Dan Post Operasi Katarak di Ruang Marhamah III Rumah Sakit PMI Aceh Utara.

C. Metode Penulisan Askep Katarak


Metode penulisan pada karya tulis ilmiah ini menggunakan metode deskriptif yaitu suatu metode yang menggambarkan atau menguraikan tentang asuhan keperawatan melalui pendekatan proses keperawatan berikut :

1. Studi Kepustakaan ( Library Research ) : Studi kepustakaan yaitu dengan membaca dan mempelajari serta memahami hal-hal yang bersifat teoritis berdasarkan pendapat para ahli berhubungan dengan judul yang penulis bahas.

2. Studi Kasus ( Case Reseach) : Dalam studi ini penulis langsung melihat dan mempelajari serta melaksanakan asuhan keperawatan untuk mendapatkan data-data yang akurat dan refensentatif, pengumpulan data dilakukan dengan teknik :

3. Wawancara (Interview) : Yaitu pengumpulan data diperoleh dengan tanya jawab baik langsung maupun tidak langsung melalui klien, keluarga dan tim kesehatan yang menangani kasus tersebut.

4. Pengamatan (Observation) : Yaitu pengamatan secara langsung terhadap perkembangan klien baik dari segi medis maupun keperawatan.

5. Pemeriksaan fisik: Yaitu dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

6. Dokumentasi (Document) : Suatu metode pengumpulan data dimana data didapat melalui pencatatan yang dilakukan terhadap semua perkembangan atau keadaan yang dialami klien.

D. Sistematika Penulisan Askep Katarak

Karya tulis ilmiah ini disusun secara sistematika yang terdiri dari lima bab yaitu sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan, yang berisi tentang latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

Bab II : Tinjauan Teoritis, yang berisi tentang konsep dasar terdiri dari pengertian, klasifikasi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan, pemeriksaan penunjang, komplikasi, sedangkan asuhan keperawatan terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Bab III : Tinjauan Kasus, yang berisi tentang asuhan keperawatan pada Klien Tn. M Dengan Katarak terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Bab IV : Pembahasan, yang berisi tentang kesenjangan antara tinjauan teoritis dengan tinjauan kasus yang didapat serta mencari alternatif pemecahan masalah.

Bab V : Penutup, yang berisi tentang kesimpulan dan saran-saran.
Pada bagian akhir karya tulis ilmiah ini penulis cantumkan juga daftar pustaka, riwayat penulis, lembaran konsul dan lampiran format penelitian dan pengambilan data.


BAB II

TINJAUAN TEORITIS ASKEP KATARAK


I. Konsep Dasar Katarak

A. Pengertian Katarak

Katarak adalah suatu opasifikasi dari lensa yang normalnya transparan seperti Kristal, jernih. Kondisi ini biasanya sebagai akibat dari penuaan namun dapat saja terjadi saat lahir. Katarak juga dapat berkaitan dengan trauma tumpul atau penetrasi, penggunaan kortikostiroid jangka panjang, penyakit sistemik seperti diabetes militus, hipoparatiroidisme, pemajanan terhadap radiasi, pemajanan terhadap cahaya yang terang atau cahaya matahari yang lama (cahaya ultraviolet), atau kelainan mata lainnya. ( Baughman, 2000, hal 319).

Katarak adalah penurunan progresif kejernihan lensa. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu abu, dan ketajaman penglihatan berkurang. Katarak terjadi apa bila protein pada lensa yang secara normal transparan terurai dan mengalami koagulasi pada lensa (Corwin, 2009. Hal 38).

Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih, biasanya terjadi akibat proses penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran yang disebut katarak kongenital dapat juga berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikostiroid jangka panjang dan penyakit sistemis (Smeltzer, 2002. Hal 1996).

Dari beberapa pengertian diatas yang telah dikemukakan oleh para ahli, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa katarak adalah penurunan progresif kejernihan lensa dan atau opasifikasi pada lensa yang pada normalnya lensa tersebut jernih.


B. Klasifikasi katarak

1. Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah kekeruhan pada lensa yang timbul pada saat pembentukan lensa. Kekeruhan sudah terdapat pada waktu bayi lahir. Katarak ini sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita rubella, diabetes mellitus, toksoplasmosis, hipoparatiroidisme, dan galaktosemia.

2. Katarak Senile
Katarak senile ini adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun. Penyebabnya sampai sekarang tidak diketahui secara pasti. Katarak senile ini jenis katarak yang sering ditemukan dengan gejala pada umumnya berupa distorsi penglihatan yang semakin kabur pada stadium insipiens pembentukkan katarak, disertai penglihatan jauh makin kabur. Penglihatan dekat mungkin sedikit membaik, sehingga pasien dapat membaca lebih baik tanpa kaca mata (second sight).

3. Katarak Juvenile
Kekeruhan lensa yang terjadi pada saat masih terjadi perkembangan serat-serat lensa sehingga biasanya konsistensinya lembek seperti bubur dan disebut sebagai soft carahast. Mulai terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital.

4. Katarak Komplikata
Katarak jenis ini terjadi sekunder atau sebagai komplikasi dari penyakit lain. Penyebab katarak jenis ini adalah gangguan okuler, penyakit sistemik dan trauma (Sidarta, 2008, hal 107).


C. Etiologi katarak

Menurut Gruendemann, (2005, hal 44) ada beberapa penyebab terajadinya katarak yaitu : Infeksi, Kelainan perkembangan, Herediter, Cedera mata traumatic, Ketidak seimbagan kimiawi misalnya galaktosemia dan diabetes, Terpajan sinar ultraviolet berkepanjangan, Beberapa obat (misalnya obat-obatan yang digunakan untuk glaukoma), Bagian dari proses penuaan normal.

D. Patofisiologi katarak

Lensa mengandung tiga komponen anatomis.  Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsula anterior dan posterior.  Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan .  Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan poterior nukleus.  Opasitas pada kapsul posterior. Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.  Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa.  Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina.  Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar.  Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi.  Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak (Smeltzer, 2001. Hal 1996).

E. Tanda dan gejala katarak

Tajam penglihatan berkurang. Pada beberapa pasien tajam penglihatan yang diukur diruangan gelap mungkin tampak memuaskan, semetara bila tes tersebut dilakukan dalam keadaan terang maka tajam penglihatan akan menurun sebagai akibat dari rasa silau dan hilangnya kontras.

Katarak terlihat hitam terhadap reflek fundus ketika mata diperiksa mungkinkan pemeriksaan katarak secara rinci dan indentifikasi lokasi opasitas dengan tepat. Katarak terkait usia biasnya terletak didaerah neukleus, korteks, atau subkapsular. Katarak terinduksi steroid umumnya terletak disubkapsular posterior. Tampilan lain yang menandakan penyebab ocular katarak dapat ditemukan. Sebagai contoh deposisi pigmen pada lensa menunjukkan inflamasi sebelumnya atau kerusakan iris menandakan trauma mata sebelumnya.

Suatu opasitas pada lensa mata menyebabkan hilangnya penglihatan tapa adanya rasa nyeri, menyebabkan rasa silau, dapat mengubah kelainan refraksi. Pada bayi katarak dapat mengakibatkan ambliopia (kekgagalan perkembangan penglihatan normal) karena pembentukan bayangan pada retina buruk. Bayi dengan dugaan katarak atau dengan riwayat keluarga katarak kongenital harus dianggap sebagai masalah yang penting oleh spesialis mata. (James, 2006, hal 77).

F. Penatalaksanaan katarak

Tersedia dua teknik terapi pada katarak melalui pembedahan yaitu ekstraksi katarak intra kapsular (EKIK) dan ekstraksi katarak ekstrakapsular (EKEK). Indikasi dari pembedahan adalah kehilangan penglihatan yang menggangu aktivitas normal atau katarak yang menyebabkan glaukoma. Katarak diangkat dibahwah anestesi local dengan rawat jalan. Kehilangan penglihatan berat dan akhirnya kebutaan akan terjadi kecuali dilakukan pembedahan (Baughman, 2000, hal 320).

G. Pemeriksaan penunjang katarak

Pemeriksaan penujang pada klien katarak yang dikemukakan oleh Doengoes (2000. Hal 412) antara lain ialah sebagai berikut:
  1. Tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan; mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, lensa akueus atau vitreus humor, kesalahan refrkasasi, atau penyakit saraf atau penyakit sistem sararaf atau penglihatan keretina atau jalan optik.
  2. Lapang penglihatan : penurunan mungkin disebabkan oleh CSV, masa tumor pada hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau glaucoma.
  3. Pengukuran tonografi : mengkaji intraokuler ( TIO ) (normal 12 – 25 mmHg)
  4. Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.
  5. Tes Provokatif : digunakan dalam menentukan adanya/ tipe gllukoma bila TIO normal atau hanya meningkat ringan.
  6. Pemeriksaan Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan retina dan mikroaneurisme.
  7. Dilatasi dan pemeriksaan belahan lampu memastikan diagnose katarak.
  8. Darah lengkap,laju sendimentasi (LED) : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
  9. EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: dilakukan untuk memastikan aterosklerosis, PAK.
  10. Tes toleransi glikosa/FBS : menentukan adanya/control diabetes.

H. Komplikasi katarak

Komplikasi tersering adalah dislokasi lensa selama pembedahan katarak, yang sering menyebabkan uveitis berat, glaucoma, dan kondensasi vitreosa. Apa bila dibiarkan, penglihatan dapat hilang selamanya. Terapi untuk dislokasi lensa dan fragmen lensa telah semakin baik akibat kemajuan dalam teknik vitrektomi. Lensa yang lunak sampai agak keras dapat dengan aman diterapi dengan pemeriksaan vitrektomi. Pemeriksaan mikrofragmentasi, dan fosep mikrovitrektomi. Bagaimanapun, pengeluaran lensa yang keras tetap merupakan tindakan yang berbahaya.( Barbara, 2005. hal, 46).


II. Asuhan Keperawatan Teoritis Katarak

Asuhan keperawatan pada klien dengan post op katarak dilaksanakan melalui pendekatan proses perawatan terdiri dari : pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi. (Doengoes, 2000, hal 412).

A. Dasar data pengkajian pasien katarak

1) Aktivitas/istirahat : Gejala : perubahan aktivitas biasanya hoby sehubungan dengan gangguan penglihatan.
2) Makanan/cairan : Gejala : mual/muntah
3) Neurosensori : Gejala : gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan menfokuskan kerja dengan dekat/merasa diruang gelap (katarak).Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar sinar, kehilangan penglihatan perifer. Tanda: tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil (katarak). Pupil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan. Peningkatan air mata.
4) Nyeri/kenyamanan : Gejala : ketidaknyamanan ringan/mata berair. Nyeri/tiba tiba berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala.
5) Penyuluhan/pembelajaran : Gejala : riwayat keluarga glaukoma, diabetes, gangguan sistem vaskuler. Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor (contoh peningkatan tekanan vena), ketidak seimbangan endokrin, diabetes.
Pertimbangan rencana pemulanngan : menunjukkan rerata lama dirawat 4,2 hari (biasanya dilakukan sebagai prosedur rawat jalan ).
Memerlukan bantuan dengan transportasi, penydiayaan makanan, perawatan diri, perawatan/pemeliharaan rumah.
6) PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Kartu mata snellen/mesin telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan); mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, lensa akueus atau vitreus humor, kesalahan refrkasasi, atau penyakit saraf atau penyakit sistem sararaf atau penglihatan keretina atau jalan optik.
Lapang penglihatan : penurunan mungkin disebabkan oleh CSV, masa tumor pada hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral.
Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.
Pemeriksaan Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan retina dan mikroaneurisme. Dilatasi dan pemeriksaan belahan lampu memastikan diagnose katarak.
EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: dilakukan untuk memastikan aterosklerosis, PAK.
Tes toleransi glikosa/FBS : menentukan adanya/control diabetes.


B. Diagnosa keperawatan katarak

Adapun diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada klien pre dan post op katarak adalah sebagai berikut :
  1. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan perdarahan intra okuler, kehilangan vitreous.
  2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur infansi bedah pengangkatan katarak.
  3. Gangguan persepstual sensori penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indera lingkungan secara teurapeutik dibatasi. Ditandai dengan menurunnya ketajaman, gangguan penglihatan, perubahan respon biasanya terhadap rangsang.
  4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi, salah interpretasi informasi, kurang terpajan/mengingat, keterbatasan kognitif. Ditandai dengan pertanyan atau peryataan salah konsepsi, takakurat mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah.


C. Perencanaan keperawatan katarak

a. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan perdarahan intraokuler, kehilangan vitreous. Tujuan : cedera dapat dicegah. Kriteria hasil : mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.
Intervensi/Rasional
1)   Diskusikan apa yang terjadi pada pasca operasi tentang nyeri, pembatasan aktivitas, penampilan,balutan mata. Rasional : membantu mengurangi rasa takut dan meningkatkan kerja sama dalam pembatasan yang diperlukan.
2)   Beri pasien posisi bersandar, kepala tinggi, atau miring keposisi yang tak sakit sesuai keinginan. Rasional : istirahat hanya beberapa menit sampai beberapa jam pada bedah rawat jalan atau menginap semalam bila terjadi komplikasi. Menurunkan tekanan pada mata yang sakit, meminimalkan resiko perdahan atau stres pada jahitan terbuka.
3)   Batasi aktivitas seperti menggerkkan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membongkok. Rasional : menurunkan stres pada area operasi.
4)   Ambulasi dengan bantuan; berikan kamar mandi khusus bila sembuh dari anastesi. Rasional : memerlukan sedikit regangan daripada penggunaan pispot.
5)   Dorong napas dalam, batuk untuk bersihan paru. Rasional : batuk meningkatkan tio.
6)   Anjurkan menggunakan teknik manajemen stres contoh, bimbingan imajinasi, visualisasi, napas dalam dan latihan relaksasi. Rasional : meningkatkan relaksasi dan koping.
7)   Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi. Rasional : digunakan untuk melindugi dari cedera kecelakaan dan menurunkan gerakan mata.
8)   Minta pasien untuk membedakan antara ketidak nyamanan dan nyeri mata tajam tiba-tiba. Selidiki kegelisahan, disorientasi, gangguan balutan. Observasi hifema (perdarahan pada mata) pada mata dengan senter sesuai indikasi. Rasional : ketidaknyamanan mungkin karena prosedur pembedahan; nyeri akut menunjukkan perdarahan, terjadi karena regangan atau tak diketahui penyebabnya (jaringan sembuh banyak vaskularisasi, dan kapiler sangan rentan).
9)   Observasi pembekakan luka, bilik anterior kemps, pupil bebentuk buah pir. Rasional : menunjukkan prolaps iris atau rupture luka disebabkan oleh kerusakan jahitan atau tekanan mata.
10)    Kolaborasi : berikan obat sesuai indikasi. Amoxilin, Asam Mefenamat, Methylprednison, cloramfenikol salam. Rasional : mual/muntah dapat meningkatkan resiko cedera okuler, memerlukan tindakan segera untuk mencegah cedera okuler.

b. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur infansi bedah pengangkatan katarak. Tujuan : infeksi tidak terjadi. Kriteria hasil : Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu, bebas drainase purulen, eritema dandemam dan Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi
Intervensi/Rasional
1)   Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh / mengobati mata Rasional : Menurunkan jumlah bakteri pada tangan, mencegah kontaminasi area operasi.
2)   Gunakan teknik yang tepat untuk embersihkan mata dari dalam keluar dengan tisu basah/bola kapas untuk tiap usapan, ganti balutan, dan masukan lensa kontak bila menggunakan. Rasional : tehnik aseptik menurunkan resiko penyebaran bakteri dan kontaminasi silang.
3)   Tekankan untuk tidak menyentuh/ menggaruk mata yang dioperasi. Rasional : mancegah kontaminasi dan kerusakan sisi operasi.
4)   Observasi tanda terjadinya infeksi. Rasional : Infeksi mata terjadi 2-3 hari setelah prosedur dan memerlukan upaya intervensi.
5)   Berikan obat sesuai indikasi. Rasional : Sediaan topikal digunakan secara profilaksis, dimana terapi lebih diperlukan bila terjadi infeksi.
6)   Kolaborasi ; Berikan obat sesuai indikasi, anti biotik (topical, paranteral, atau subkonjungtival). Rasional : ssediaan topical digunakan secaraprofilaksis.

c. Gangguan persepstual sensori penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indera lingkungan secara teurapeutik dibatasi. Ditandai dengan menurunnya ketajaman, gangguan penglihatan, perubahan respon biasanya terhadap rangsang. Tujuan : tidak terjadi perubahan visual Kriteria hasil : meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu.
Intervensi/Rasional
1)   Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah salah satu atau kedua mata terlibat Rasional : Kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi sebab kehilangan terjadi lambat dan progresif.
2)   Oreintasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain di areanya Rasional : Memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan, menurunkan cemas dan disorientasi pasca operasi.
3)   Observasikan tanda-tanda dan gejala-gejala disorientasi; pertahankan pagar tempat tidur sampai benar-benar sampai benar-benar sembuh dari anastesia. Rasional : terbangun dalam lingkungan yang tak dikenal dan mengalami keterbatasan penglihatan  dapat mengakibatkan bingung pada orang tua.
4)   Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi. Bicara dan menyentuh sering; dorong orang orang terdekat tinggal dengan pasien. Rasional : memberikan rangsang sensoritepat terhadap isolasi dan menurunkan bingung.
5)   Perhatikan tentang suram atau penglihatan kaburdan iritasi mata, dimana dapat terjadi bila menggunakan tetes mata. Rasional : gangguan penglihatan/iritasi dapat berakhir 1-2 jam setelah tetesan mata tetapi secara bertahap menurun dengan penggunaan.
6)   Ingatkan pasien menggunakan kacamata katarak dengan tujuannya memperbesar kurang lebih 25%, penglihatan perifer dan buta titik mungkin ada. Rasional : perubahan ketajaman dan kedalaman persepsi dapat menyebabkan bingung penglihatan/menigkatkan resiko cedera sampai pasien belajar untuk mengkompensasi.
7)   Letakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil pada sisi yang tak dioperasi. Rasional : memungkinkan pasien melihat objek lebih mudah dan memudahkan panggilan untuk petolongan bila diperlukan.

d. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi, salah interpretasi informasi, kurang terpajan/mengingat, keterbatasan kognitif. Ditandai dengan pertanyan atau peryataan salah konsepsi, takakurat mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah Tujuan : pasien mengerti tentang kondisi, prognosis dan pengobatan. Kriteria hasil : menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan pengobatan, melakukan dengan prosedur benar dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi/Rasional
1)   Kaji informasi tentang kondisi individu, prognosis, tipe prosedur/ lensa. Rasional : meningkatkan pemahaman dan meningkatkan kerja sama dengan program pasca operasi.
2)   Tekankan pentingnya evaluasi perawatan rutin. Beri tahu untuk melaporkan penglihatan berawan. Rasional : pengawasan periodik menurunkan resiko komplikasi serius.
3)   Informasikan pasien untuk menghindari obat tetes mata yang dijual bebas. Rasional : dapat bereaksi silang/campur dengan obat yang diberikan.
4)   Diskusikan kemungkinan efek/interaksi antara obat mata dan masalah medis pasien, contoh peningkatan hipertensi, PPOM, diabetes. Ajarkan metode yang tepat memasukkan obat tetes untuk meminimalkan efek sistemik. Rasional : penggunaan obat mata topical, contoh agen simpatomimetik. Penyekat beta, dan agen antikolinergik dapat menyebabkan TD meningkat pada pasien hipertensi; pencetus dispnea pada pasien PPOM; hipo glikemik pada diabetes tergantung pada insulin.
5)   Anjurkan pasien menghindari membaca, berkedip, mengangkat berat, mengejan dan defekasi. Membongkok pada panggul, meniup hidung; penggunaan sprei, bedak bubuk, merokok (sendiri/orang lain). Rasional: Aktivitas yang menyebabkan mata lelah/regang, manuver Valsalva atau meningkatkan TIO dapat mempengaruhi hasil bedah dan mencetuskan pendarahan. Catatan : iritasi pernapasna yang menyebabkan batuk/bersin dapat meningkatkan TIO.
6)   Dorong aktivitas pengalih seperti mendengar radio, berbincang-bincang dan menonton televisi. Rasional : memberikan masukan sensori, mempertahankan rasa normalitas. Melalui waktu lebih mudah bila tak mampu menggunakan penglihatan secara penuh.
7)   Anjurkan pasien memeriksa kedokter tetang aktivitas seksual. Rasional: dapat meningkatkan TIO, menyebakan cedera kecelakaan pada mata.
8)   Tekankan kebutuhan untuk menggunakan kaca pelindung selama hari pembedahan/penutup pada mala. Rasional :mencegah cedera kecelakaan pada mata dan menurunkan resiko peningkatan TIO sehubungan dengan berkedip atau posisi kepala.
9)   Anjurkan pasien tidur terlentang, mengatur intensitas lampu dan menggunkan kacamata gelap bila keluar/dalam ruangan terang. Rasional :mencegah cedera kecelakaan pada mata.
10)    Anjurkan mengatur posisi pintu sehingga mereka terbuka atau tertutup penuh; pindahkan perabot dari lulu lalang jalan. Rasional :menurunkan penglihatan perifer atau gangguan kedalaman persepsi dapat menyebabkan pasien jalan kedalam pintu yang terbuka sebagian atau menabrak perabot.
11)    Dorong pemasukan cairan adekuat, makan berserat/kasar; gunakan pelunak feses yang dijual bebas bila di indikasikan. Rasional :mempertahkan konsistensi feses untuk menghindari mengejan.
12)    Identifikasi tanda/gejala memelukan upaya evaluasi medis, contoh nyeri tajam tiba-tiba, penurunan penglihatan, kelopak bengkak, drainase purulen, kemerahan, mata berair, fotofobia. Rasional :intervensi dini dapat mencegah terjadinya komplikasi serius, kemungkinan kehilangan penglihatan.


BAB III
TINJAUAN KASUS PRE DAN POST KATARAK

Pada tinjauan kasus ini, penulis melakukan pengkajian kasus yaitu kasus klien pre dan post op katarak yang dirawat di Ruang Perawatan Marhamah III Rumah Sakit PMI kabupaten Aceh Utara. Dalam tinjauan kasus ini, penulis akan menguraikan tentang Asuhan Keperawatan yang dilakukan terhadap klien Tn. M dengan pre dan post op katarak selama tiga hari melalui pendekatan proses keperawatan.

I. Pengkajian Kasus Katarak


Identitas Klien
Nama Tn. M, umur : 61 tahun, jenis kelamin laki-laki, agama islam, suku/bangsa Aceh, pendidikan tidak ada, pekerjaan petani, alamat Lhoksukon, tanggal masuk 14 Juli 2012 No. CM 03 73 29. Ruag perawatan marhamah III, dengan diagnosa medis Katarak.

Data Riwayat masuk
Keluhan masuk : klien mengatakan penglihatannya berawan dan kabur.
Riwayat Keluhan : sekitar 6 bulan yang lalu klien merasakan penglihatan mulai berawan atau kabur dan tidak awas lagi. 2 minggu sebelum masuk rumah sakit mata klien mulai memerah, kemudian klien datang ke rumah sakit PMI Aceh Utara berobat jalan, dan klien dianjurkan untuk dirawat.

Riwayat keperawatan
Riwayat kesehatan sekarang
1)   Keluhan utama : klien mengatakan penglihatannya berawan dan kabur.
2)   Kronologis keluhan sekitar 6 bulan yang lalu klien merasakan penglihatan mulai berawan atau kabur dan tidak awas lagi. 2 minggu sebelum masuk rumah sakit mata klien mulai memerah.
a) Faktor pencetus : klien bekerja sebagai petani.
b) Timbulnya keluhan : bertahap selama 6 bulan terakhir.

3)   Riwayat kesehatan masa lalu.
a) Riwayat alergi obat seperti alergi pada obat, makanan, binatang dan lain lain tidak ada.
b) Riwayat dirawat dirumah sakit ; klien mengatakan belum pernah dirawat dirumah sakit sebelumnya.
c) Riwayat pemakaian obat : klien tidak ada ketergantungan kepada obat obatan.

4)   Riwayat kesehatan keluarga.
Klien mengatakan tidak pernah ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti klien. Gambar genogram keluarga Tn. M dengan katarak Dari pengkajian genogram tidak didapatkan data bahwa penyakit yang diderita klien adalah penyakit keturunan / genetik.

5)   penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang menjadi faktor resiko tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang dapat mencetus terjadinya penyakit yang diderita klien saat ini.

6)   Riwayat psikososial dan spiritual.
a) Orang terdekat dengan klien adalah istri klien dan anak anaknya.
b) Interaksi dalam keluarga, dengan pola komunikasi yang baik dan terbuka, pembuat keputusan dengan cara musyawarah antara anggota keluarga, klien juga mengikuti seluruh kegiatan kemasyarakatan seperti aktivitas kemasyarakatan di balai gampoeng.
c) Dampak penyakit klien terhadap keluarga adalah kurang baik karena mengakibatkan dampak negative terhadap keluarga yaitu karena keluarga harus meluangkan waktu untuk menemani klien.
d) Masalah yang mempengaruhi klien kecemasan terhadap tindakan operasi.
e) Mekanisme koping terhadap stress dengan cara pemecahan masalah melalui proses mengumpulkan seluruh anggota keluarga dan bermusyawarah.
f) Persepsi klien terhadap penyakitnya. Kien mengatakaan penyakit yang sedang dialaminya adalah katarak dan harus dioperasi, klien mengatakan takut untuk tindakan operasi karena klien tidak tahu bagaimanan proses operasi pengangkatan katarak, klien tampak cemas saat menyatakan persepsinya kepada perawat.
g) Sistem nilai kepecayaan klien tidak ada yang bertentangan dengan penyakitnya biarpun klien dirawat dirumah sakit namun klien masih tetap melakukan ibadah solat 5 waktu.
h) Klien selalu bersembahyang dan berdoa.
i) Kondisi lingkungan rumah, klien tinggal di lingkungan dengan mayoritas penduduknya berpekerjaan petani.

7)   Pola kebiasaan
a) Pola nutrisi
Pola nutrisi sebelum sakit klien makan dengan frekuensi 2-3 kali/hari dengan nafsu makan baik porsi yang dihabiskan satu piring dengan lauk pauk yang bervariasi, waktunya teratur, tidak ada makanan yang tidak disukai, tidak ada makanan yang menyebabkan klien alergi, tidak ada makanan pantangan, penggunaan obat obatan sebelum makan tidak ada, penggunaan alat bantu makan tidak ada.
Pola nutrisi klien dirumah sakit baik, frekuensi 3 kali/hari, nafsu makan baik klien menghabiskan porsi makanan yang disediakan, waktunya teratur karena dirumah sakit klien juga mendapatkan pelayanan dari ahli gizi, tidak ada makanan yang menyebabkan klien alergi, makanan diet MB, makan dengan dibantu oleh keluarga.

b) Pola eliminasi
Sebelum sakit BAK Klien dengan frekuensi 3-5 kali/24jam, dengan warna kuning keruh, tidak ada keluhan.
Dirumah sakit BAK Klien dengan frekuensi 3-5 kali/24jam, dengan warna kuning keruh, tidak ada keluhan.
Pola BAB sebelum masuk rumah sakit baik dengan frekuensi 1-2 kali/hari, tidak ada keluhan.
Setelah sakit Pola BAB baik dengan frekuensi 1-2 kali/hari, tidak ada keluhan.

c) Pola personal hygiene
Sebelum masuk rumah sakit klien mandi dengan frekuensi 2 kali/hari, pagi dan sore hari,
Dirumah sakit klien mandi dengan frekuensi 2 kali/hari, pagi dan sore hari.
Oral hygiene sebelum sakit 2 kali sehari setiap setelah mandi pada pagi dan sore.
Oral hygiene setelah sakit 2 kali sehari setiap setelah mandi pada pagi dan sore.
Cuci rambut sebelum sakit selalu mencuci rambut ketika mandi pada pagi dan sore hari.
Setelah sakit mencuci rambut sekali sehari.

d) Pola istirahat
Sebelum sakit klien tidur siang pada jam 14-15 wib, dan tidur malam pada jam 22-06 wib, dengan kebiasaan sebelum tidur berdoa.
Sebelum sakit klien tidur siang pada jam 14-15 wib, dan tidur malam pada jam 22-06 wib, dengan kebiasaan sebelum tidur berdoa.
e) Pola aktivitas dan latihan
Sebelum masuk rumah sakit bekerja dari jam 08 pagi sampai dengan 12 siang, tidak berolah raga, dengan adanya keluhan seperti matanya sering perih dan penglihatan akan bertambah berawan/kabur bila bekerja dibawah dibawah terik matahari.
Setelah sakit klien tidak dapat bekerja seperti biasanya adanya gangguan penglihatan (berkabut, berawan) pada mata klien .
f) Kebiasaan yang dapat mempengaruhi kesehatan klien adalah klien perokok namun klien tidak meminum alkohol dan penggunaan NAPZA.

Pengkajian fisik

Pemeriksaan fisik umum
Berat badan sebelum dan setelah sakit 49kg, tinggi badan 155cm. Tekanan darah 120/80mmHg, nadi 80 x/menit, frekuensi napas 24 kali/meint, suhu tubuh 37oC, Keadaan umum sedang, Pembesaran kelenjar getah bening tidak ada

Sistem penglihatan
Sisi mata simetris, Kelopak mata normal, Pergerakan bola mata normal. Konjungtiva merah muda, Kornea keruh dan berkabut pada mata kanan dan mata kiri, Sclera ikterik, Pupil isokor, Otot mata tidak ada kelainan, Fungsi penglihatan kabur, ketajaman penglihatan menurun, Lensa agak keruh, area putih keabu abuan di belakang pupil, Tanda tanda radang tidak ada, Pemakaian kacamata tidak, Pemakaian lensa kontak tidak, Reaksi terhadap cahaya silau.

Sistem pendengaran
Daun telinga kanan dan kiri normal, Karakteristik serumen warna kuning kecoklatan dengan bau khas, Kondisi telinga tengah normal, Cairan dari telinga tidak ada, Perasaan penuh di telinga tidak, Tinnitus tidak, Fungsi pendengaran normal, Gangguan keseimbangan tidak, Pemakaian alat bantu tidak
  1. Sistem wicara normal
  2. Sistem pernapasan
Jalan napas bersih, Pernapasan tidak sesak, Menggunakan otot bantu pernapasan tidak, Frekuensi 24 x/menit. Jenis pernapasan spontan. Kedalaman pernapasan dalam, Batuk tidak, Sputum tidak, Palpasi dada tidak ada tumor, Suara napas vesicular, Tidak ada nyeri saat bernapas, Penggunaan alat bantu napas tidak

Sisitem kardiovaskuler
1)  Sirkulasi perifer
Nadi 80x/menit dengan irama teratur, denyut kuat, Tekanan darah 120/80 mmHg, Distensi vena jugularis kiri dan kanan tidak ada, Temperature kulit hangat, Warna kulit normal, Edema tidak ada
2)  Sirkulasi jantung
Kecepatan denyut apical 80x/menitIrama teratur, Tidak ada kelainan bunyi jantung, Sakit dada tidak.

Sistem hematologi
Pucat tidak, Perdarahan tidak

Sistem saraf pusat
Keluhan sakit kepala tidak, Tingkat kesadaran compos mentis, Glaslow coma scale E: 4, M :6. V: 5, Tanda tanda peningkatan TIK tidak ada, Gangguan sistem persyarafan tidak ada

Sistem pencernaan
Gigi utuh tidak ada caries, Penggunaan gigi palsu tidak, Stomatis tidak, Lidah kotor tidak, Saliva normal, Muntah tidak, Bising usus 5x/menit, Diare tidak, Konstipasi tidak, Hepar teraba, Abdomen lembek

Sistem endokrin
Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, Napas berbau khas, Luka gangrene tidak

Sistem urogenital
Balance cairan, intake 1000-1200ml/24jam, out put tidak terdeteksi, BAB warna kuning jernih, Distensi kantung kemih tidak ada

Sistem integument
Turgor kulit baik, Temperature kulit hangat, Warna kulit normal, Keadaan kulit baik, Kelainan kulit tidak, Kondisi kulit daerah pemasangan infus lembab, Keadaan rambut baik, kebersihan rambut bersih

Sistem musculoskeletal
Kesulitan dalam pergerakan tidak, Sakit pada tulang dan sendi tidak Fraktur tidak, Keadaan tonus otot baik.

Data tambahan (pemahaman tentang penyakit)
Kien mengatakaan penyakit yang sedang dialaminya adalah katarak dan harus dioperasi, klien mengatakan takut untuk tindakan operasi karena klien tidak tahu bagaimanan proses operasi pengangkatan katarak, klien tampak cemas saat menyatakan persepsinya kepada perawat.

Data penunjang (pemeriksaan diagnostic yang menunjang masalah : Laboratorium)
HB : 13,4. LED : -, Eritrosit : 4,9, lekosit : 9,6, hematrokit : 43,0 MCV : 88, MCH : 27,5, MCHC : 31,3, RDW : 14,3, trombosit : 190, KGD : 120 mg/dL (puasa), gol darah : A, bleading time : 2.0, clothing time : 8.30.
Penatalaksanaan
Amoxilin 3x1, Asam mefenamat 3x1, Methylprednisone 3x1, salap Choramfenikol, dan Diet MB


Data fokus

Pre operasi
Data subjektif : klien mengatakan penglihatannya berawan dan kabur, klien mengatakan tidak tahu tentang bagaimana proses operasi pengangkatan katarak, klien mengatakan takut untuk tindakan operasi.

Data objektiv : Lensa agak keruh, area putih keabu abuan di belakang pupil, Kornea keruh dan berkabut pada mata kanan dan mata kiri, Reaksi terhadap cahaya silau,ketajaman penglihatan menurun, klien tampak cemas, klien terlihat sering bertanya kepada perawat.

Post operasi
Data subjektif : klien mengatakan nyeri ringan pada mata sebelah kanan, klien mengatakan mata sebelah kanan nya di operasi pada tanggal 15 juli 2012.

Data objektif : skala nyeri (2), pada mata sebelah kanan dibalut dengan perban, terlihat adanya pendarahan pada mata sebelah kanan, gangguan penglihatan, silau terhadap penerimaan cahaya pada mata kiri, area putih keabu abuan di belakang pupil mata kiri,Lensa mata kiri agak keruh. klien tampak cemas saat menyatakan perasaannya mengenai penyakit yang dideritanya kepada perawat, harapan klien terhadap perawat dan dokter yang merawatnya dapat memberitahukan penjelasan tentang penyakit klien dan prosedur pengobatan yang diberikan kepadanya.

Analisa data
Pre operasi
1)   Data subjektif : klien mengatakan penglihatannya berawan dan kabur.
Data objektif : gangguan penglihatan, silau terhadap penerimaan cahaya seperti cahaya matahari, area putih keabu abuan di belakang pupil, tajam penglihatan berkurang, penglihatan lapang pandang berkurang, Lensa agak keruh. Masalah : Gangguan persepstual sensori penglihatan Penyebab : gangguan penerimaan sensori/status organ indera.
2)   Data subjektif : klien mengatakan takut untuk tindakan operasi. Data objektif : kien tampak cemas, klien tidak tahu bagaimana proses operasi pengangkatan katarak, klien tampak sering bertanya. Masalah : ansietas terhadap tindakan operasi. Penyebab : kurang pengetahuan tentang prosedur tindakan bedah.

Post operasi
1)   Data subjektif : klien mengatakan nyeri ringan pada mata sebelah kanan. Data objektif : skal nyeri (2), pada mata sebelah kanan dibalut dengan perban. Masalah : nyeri. Penyebab : adanya insisi bedah
2)   Data subjektif : klien mengatakan mata sebelah kanan di operasi pada tanggal 15 juli 2012. Data objektif : mata sebelah kanan dibalut perban, terlihat adanya pendarahan pada mata sebelah kanan, adanya insisi bedah Masalah : resiko tinggi terhadap infeksi Penyebab : prosedur invasi bedah.
3)   Data subjektif : klien mengatakan mata sebelah kanan di operasi pada 15 juli, klien mengatakan penglihatan pada mata kirinya berawan dan kabur. Data objektif : mata kanan di balut dengan perban, terlihat adanya pendarahan ringan pada mata kanan. Pada mata kiri silau terhadap penerimaan cahaya, area putih keabu abuan di belakang pupil mata kiri, tajam penglihatan berkurang, penglihatan lapang pandang berkurang, Lensa agak keruh. Masalah : resiko tinggi terhadap cedera. Penyebab : kehilangan vitreous.

II. Diagnosa keperawatan Kasus Katarak

Pre operasi
  1. Gangguan persepstual sensori penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indera ditandai dengan gangguan penglihatan, silau terhadap penerimaan cahaya seperti cahaya matahari, area putih keabu abuan di belakang pupil, tajam penglihatan berkurang, penglihatan lapang pandang berkurang, Lensa agak keruh
  2. Ansietas terhadap tindakan operasi berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur tindakan bedah ditandai dengan kien tampak cemas, klien tidak tahu bagaimana proses operasi pengangkatan katarak, klien tampak sering bertanya

Post operasi
  1. Nyeri berhubungan dengan adanya insisi bedah ditandai dengan skala nyeri (2), pada mata sebelah kanan dibalut dengan perban.
  2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasi bedah ditandai dengan mata sebelah kanan dibalut perban, terlihat adanya perdarahan pada mata sebelah kanan, adanya insisi bedah
  3. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan perdarahan intra okuler, ditandai dengan mata kanan di balut dengan perban, terlihat adanya pendarahan ringan pada mata kanan. Pada mata kiri silau terhadap penerimaan cahaya, area putih keabu abuan di belakang pupil mata kiri, tajam penglihatan berkurang, penglihatan lapang pandang berkurang, Lensa agak keruh


III. Intervensi Kasus Katarak

Pre operasi
1. Gangguan persepstual sensori penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indera lingkungan secara teurapeutik dibatasi. Ditandai dengan ditandai dengan gangguan penglihatan, silau terhadap penerimaan cahaya seperti cahaya matahari, area putih keabu abuan di belakang pupil, tajam penglihatan berkurang, penglihatan lapang pandang berkurang, Lensa agak keruh. Tujuan : tidak terjadi perubahan visual Kriteria hasil : meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu.

Intervensi/Rasional
1) Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah salah satu atau kedua mata terlibat Rasional : Kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi sebab kehilangan terjadi lambat dan progresif.
2) Oreintasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain di areanya Rasional :Memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan, menurunkan cemas dan disorientasi pasca operasi.
3) Observasikan tanda-tanda dan gejala-gejala disorientasi; pertahankan pagar tempat tidur sampai benar-benar sampai benar-benar sembuh dari anastesia. Rasional :terbangun dalam lingkungan yang tak dikenal dan mengalami keterbatasan penglihatan dapat mengakibatkan bingung pada orang tua.
4) Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi. Bicara dan menyentuh sering; dorong orang orang terdekat tinggal dengan pasien. Rasional : memberikan rangsang sensoritepat terhadap isolasi dan menurunkan bingung.
5) Perhatikan tentang suram atau penglihatan kaburdan iritasi mata, dimana dapat terjadi  bila menggunakan tetes mata. Rasional : gangguan penglihatan/iritasi dapat berakhir 1-2 jam setelah tetesan mata tetapi secara bertahap menurun dengan penggunaan.
6) Ingatkan pasien menggunakan kacamata katarak dengan tujuannya memperbesar kurang lebih 25%, penglihatan perifer dan buta titik mungkin ada. Rasional : perubahan ketajaman dan kedalaman persepsi dapat menyebabkan bingung penglihatan/menigkatkan resiko cedera sampai pasien belajar untuk mengkompensasi.
7) Letakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil pada sisi yang tak dioperasi. Rasional : memungkinkan pasien melihat objek lebih mudah dan memudahkan panggilan untuk petolongan bila diperlukan.

2. Ansietas terhadap tindakan operasi berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur tindakan bedah kien tampak cemas, klien tidak tahu bagaimana proses operasi pengangkatan katarak, klien tampak sering bertanya. Tujuan : ansietas menurun/berkurang. Kriteria hasil : tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun.

Intervensi/rasional
1)        kaji tingkat ansietas, derajat pengalaman nyeri/timbulnya gejala tiba-tibadan pengetahuan kondisi saat ini. Rasional: faktor ini mempengaruhi persepsi pasienterhadap ancaman diri.
2)        Berikan informasi yang akurat dan jujur. Diskusikan kemungkinan bahwa pengawasan dan pengobatandapat mencegah kehilangan penglihtan tambahan.Rasional: menurunkan ansietas sehubungan dengan ketidaktahuan/harapan yang akan datangdan memberikan dasr fakta untuk membuat pilihan informasi tentang pengobatan.
3)        Dorong klien untuk mengakui masalah dan mengekspresi perasaan. Rasional: memberikan kesempatan untuk pasien menerima situasi nyata.
4)        Identifikasi sumber atau orang yang menolong. Rasional: memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri dalam menghadapi masalah

Post Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan adanya insisi bedah di tandai dengan skala nyeri (2), pada mata sebelah kanan dibalut dengan perban. 
Tujuan : Nyeri hilang dan terkontrol. Kriteria hasil : melaporkan rasa sakit.

Intervensi/Rasional
1)   Evaluasi rasa sakit secara regular, catat karateristik nyeri, lokasi dan intensitas nyeri (0-10). Rasional : sediakan informasi mengenai kebutuhan intervensi.
2)   Kaji tanda-tanda vital perhatikan takikardia, hipertensi dan peningkatan pernapasan, bahkan jika pasien menyangkal adanya rasa sakit. Rasional : dapat mengindikasikan rasa sakit akut dan ketidak nyamanan.
3)   Kaji penyebab ketidak nyamanan yang mungkin selain dari prosedur operasi. Rasional : ketidak nyamanan mungkin disebabkan oleh hal hal lain seperti akibat dari pada hipertensi yang dapat menyebabkan nyeri kepala.
4)   Berikan informasi mengenai sifat ketidak nyamanan. Rasional : pahami penyebab ketidak nyamanan.
5)   Lakukan reposisi sesuai petunjuk. Rasional : munkin mengurangi rasa sakit dan meningkatkan sirkulasi.
6)   Dorong menggunakan teknik relaksasi, misalnya latihan napas dalam bimbingan imajinasi. Rasional : lepaskan tegangan emosional dan otot.
7)   Kolaborasi tentang pemberian analgesik.

2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasi bedah ditandai dengan mata sebelah kanan dibalut perban, terlihat adanya pendarahan pada mata sebelah kanan, adanya insisi bedah
Tujuan : infeksi tidak terjadi. Kriteria hasil : Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu, bebas drainase purulen, eritema dan demam dan Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi

Intervensi/Rasional
1)   Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh / mengobati mata Rasional : Menurunkan jumlah bakteri pada tangan, mencegah kontaminasi area operasi.
2)   Gunakan teknik yang tepat untuk embersihkan mata dari dalam keluar dengan tisu basah/bola kapas untuk tiap usapan, ganti balutan, dan masukan lensa kontak bila menggunakan. Rasional : tehnik aseptik menurunkan resiko penyebaran bakteri dan kontaminasi silang.
3)   Tekankan untuk tidak menyentuh/ menggaruk mata yang dioperasi. Rasional : mancegah kontaminasi dan kerusakan sisi operasi.
4)   Observasi tanda terjadinya infeksi. Rasional : Infeksi mata terjadi 2-3 hari setelah prosedur dan memerlukan upaya intervensi.
5)   Berikan obat sesuai indikasi. Rasional : Sediaan topikal digunakan secara profilaksis, dimana terapi lebih diperlukan bila terjadi infeksi.
6)   Kolaborasi ; Berikan obat sesuai indikasi, anti biotik (topical, paranteral, atau subkonjungtival). Rasional : ssediaan topical digunakan secaraprofilaksis.

3. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan perdarahan intra okuler, kehilangan vitreous ditandai dengan mata kanan di balut dengan perban, terlihat adanya pendarahan ringan pada mata kanan. Pada mata kiri silau terhadap penerimaan cahaya, area putih keabu abuan di belakang pupil mata kiri, tajam penglihatan berkurang, penglihatan lapang pandang berkurang, Lensa agak keruh. Tujuan : cedera tidak terjadi. Kriteria hasil : mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.

Intervensi/Rasional
1)   Diskusikan apa yang terjadi pada pasca operasi tentang nyeri, pembatasan aktivitas, penampilan,balutan mata. Rasional : membantu mengurangi rasa takut dan meningkatkan kerja sama dalam pembatasan yang diperlukan.
2)   Beri klien posisi bersandar, kepala tinggi, atau miring keposisi yang tak sakit sesuai keinginan. Rasional : istirahat hanya beberapa menit sampai beberapa jam pada bedah rawat jalan atau menginap semalam bila terjadi komplikasi. Menurunkan tekanan pada mata yang sakit, meminimalkan resiko perdahan atau stres pada jahitan terbuka.
3)   Batasi aktivitas seperti menggerkkan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membongkok. Rasional : menurunkan stres pada area operasi.
4)   Ambulasi dengan bantuan; berikan kamar mandi khusus bila sembuh dari anastesi. Rasional : memerlukan sedikit regangan daripada penggunaan pispot yang dapat meningkatkan TIO.
5)   Dorong napas dalam, batuk untuk bersihan paru. Rasional : batuk meningkatkan TIO.
6)   Anjurkan menggunakan teknik manajemen stres contoh, bimbingan imajinasi, visualisasi, napas dalam dan latihan relaksasi. Rasional : meningkatkan relaksasi dan koping, menurunkan TIO.
7)   Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi. Rasional : digunakan untuk melindugi dari cedera kecelakaan dan menurunkan gerakan mata.
8)   Minta pasien untuk membedakan antara ketidak nyamanan dan nyeri mata tajam tiba-tiba. Selidiki kegelisahan, disorientasi, gangguan balutan. Observasi hifema (perdarahan pada mata) pada mata dengan senter sesuai indikasi. Rasional : ketidaknyamanan mungkin karena prosedur pembedahan; nyeri akut menunjukkan TIO dan/atau perdarahan, gterjadi karena regangan atau tak diketahui penyebabnya (jaringan sembuh banyak vaskularisasi, dan kapiler sangan rentan).
9)   Observasi pembekakan luka, bilik anterior kemps, pupil bebentuk buah pir. Rasional : menunjukkan prolaps iris atau rupture luka disebabkan oleh kerusakan jahitan atau tekanan mata.
10)         Kolaborasi : berikan antibiotik amoxcilin. Rasional : untuk mencegah terjadinya perkembangan bakteri pasca operasi.
11)         Kolaborasi : berikan obat analgesik asammefenamat. Rasional : untuk mengatasi nyeri yang di akibatkan insisi bedah.
12)         Kolaborasi : berikan obat methylprednison. Rasional : untuk mencegah terjadinya peradangan pada mata pasca operasi.
13)         Kolaborasi : berikan obat salap cloramfenikom. Rasional : obat luar untuk mencegah terjadinya perkembangan bakteri gram posistif pada mata pasca operasi.

IV. Implementasi dan Evaluasi Kasus Katarak

Pre operasi
Diagnosa I Gangguan persepstual sensori penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indera ditandai dengan gangguan penglihatan, silau terhadap penerimaan cahaya seperti cahaya matahari, area putih keabu abuan di belakang pupil, tajam penglihatan berkurang, penglihatan lapang pandang berkurang, Lensa agak keruh.
09:00 wib, Melakukan pendekatan dengan cara menyentuh klien dan menganjurkan orang terdekat tinggal dengan klien.
09:30Wib, Menentukan ketajaman mata dan mencatat bahwa kedua mata klien mengalami katarak.
10;00 Wib, Mengorientasikan klien terhadap lingkungan staf dan orang lain yang ada disekitar klien.
Evaluasi
S : Klien mengatakan penglihatan nya berawan dan kabur. O : silau terhadap penerimaan cahaya seperti cahaya matahari dan cahaya lampu senter, area putih keabu abuan di belakang pupil, tajam penglihatan berkurang, penglihatan lapang pandang juga berkurang, KGD 120 mg/dL.
A : Masalah belum teratasi. P : intervensi dilanjutkan dan persiapkan klien untuk tindakan pembedahan operasi katarak pada tanggal 15 juli 2012.

Diagnosa II Ansietas terhadap tindakan operasi berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur tindakan bedah ditandai dengan kien tampak cemas, klien tidak tahu bagaimana proses operasi pengangkatan katarak, klien tampak sering bertanya
12.00 Wib, mengidentifikasi tingakat kecemasan kien.
12.30 Wib, memberikan informasi yang kurat tentang prosedur pembedahan.
12.45 Wib, Menganjurkan klien untuk mengekspresikan persaan ansietas klien.
Evaluasi
S: klien mengatakan sudah agak merasa tenang dan tidak merasa takut lagi. O: klien tampak rileks, klien tampak tenang, klien mengungkapkan perasaan tenang kepada perawat. A: masalah teratasi. P: intervensi dipertahankan.

Post operasi
Diagnosa I (pre dan post operasi) Gangguan persepstual sensori penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indera ditandai dengan gangguan penglihatan, silau terhadap penerimaan cahaya seperti cahaya matahari, area putih keabu abuan di belakang pupil, tajam penglihatan berkurang, penglihatan lapang pandang berkurang, Lensa agak keruh. .
11.30 wib, Melakukan pendekatan dengan cara menyentuh klien dan menganjurkan orang terdekat tinggal dengan klien.
12:00 Wib, Menentukan ketajaman mata dan mencatat bahwa mata sebelah kanan klien Post Operasi.
12:30 Wib, Mengorientasikan klien terhadap lingkungan staf dan orang lain yang ada disekitar klien.
Evaluasi
S : Klien mengatakan tidak bisa melihat dengan mata kanan post operasi, berawan dan kabur pada mata kiri. O : adanya balutan pada mata sebelah kanan, mata kanan tidak bisa melihat, silau terhadap penerimaan cahaya pada mata kiri, area putih keabu abuan di belakang pupil pada mata kiri, tajam penglihatan berkurang pada mata kiri. A: masalah belum tertasi. P: intervensi dilanjutkan.

Diagnosa I (post operasi) Nyeri berhubungan dengan adanya insisi bedah ditandai dengan skala nyeri (2), pada mata sebelah kanan dibalut dengan perban.
13.30 Wib, Mengkaji skala nyeri dan karateristik nyeri.
14.00 Wib, Mengkaji tanda tanda vital
14.30 Wib, Mengajarkan klien teknik relaksasi napas dalam ketika nyerinya timbul.
15.00 Wib, Membatasi pergerakan klien.
Evaluasi
S: klien mengatakan nyeri ringan pada mata kanan post operasi. O: karakteristik nyeri ringan, skala nyeri 2, tanda tanda vital TD : 120/80mmHg, nadi 80 x/menit, frekuensi napas 24 kali/meint, suhu tubuh 37oC, klien mengikuti intruksi teknik relaksasi napas dalam. A : masalah belum teratasi. P : intervensi dilanjutkan.

Diagnosa II (post operasi) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasi bedah ditandai dengan mata sebelah kanan dibalut perban, terlihat adanya pendarahan pada mata sebelah kanan, adanya insisi bedah
15:30 Wib, mendiskusikan tentang pentingya mencuci tangan sebelum menyentuh mata, menunjukkan teknik membersihkan bola mata yang belum di operasi dari dalam keluar dengan menggunakan bola kapas untuk tiap usapan
15:50 Wib, menganti balutan pada mata kanan dengan memperhatikan sterilisasi alat intrumen dan tindakan.
Evaluasi
S: klien mengatakan kurang nyaman dengan adanya pembalut perban pada mata. O : balutan pada mata sebelah kanan terlihat utuh dan sedikit berdarah, klien terlihat membatasi aktifitasnya dengan lebih sering duduk dengan bersandar, klien mengikuti intruksi perawat untuk teknik manajemen stres napas dalam. A :infeksi tidak terjadi. P: intervensi dipertahankan.

Diagnosa III (post operasi) Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan perdarahan intra okuler, kehilangan vitreous ditandai dengan mata kanan di balut dengan perban, terlihat adanya pendarahan ringan pada mata kanan. Pada mata kiri silau terhadap penerimaan cahaya, area putih keabu abuan di belakang pupil mata kiri, tajam penglihatan berkurang, penglihatan lapang pandang berkurang, Lensa agak keruh.
16:00 Wib, Mendiskusikan dengan klien tentang apa yang terjadi pasca operasi.
16:20 Wib, menagnjurkan klien untuk memilih posisi yang nyaman seperti bersandar.
16:50 Wib, menganjurkan klien untuk membatasi aktivitas seperti menggerakkan kepala tiba-tiba, menggaruk mata dan membogkok.
17:20 Wib, mengajarkan klien teknik mengontrol stress seperti napas dalam dan teknik relaksasi.
Evaluasi
S : klien mengatakan kurang nyaman dengan adanya pembalut perban pada mata. O : balutan pada mata sebelah kanan terlihat utuh dan sedikit berdarah, klien terlihat membatasi aktifitasnya dengan lebih sering duduk dengan bersandar, klien mengikuti intruksi perawat untuk teknik manajemen stres napas dalam. A : cedera tidak terjadi. P : intervensi dipertahankan.

Diagnosa I (pre dan post operasi) Gangguan persepstual sensori penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indera ditandai dengan gangguan penglihatan, silau terhadap penerimaan cahaya seperti cahaya matahari, area putih keabu abuan di belakang pupil, tajam penglihatan berkurang, penglihatan lapang pandang berkurang, Lensa agak keruh.
08:40 wib, Melakukan pendekatan dengan cara menyentuh klien dan menganjurkan orang terdekat tinggal dengan klien.
09:00 Wib, Menentukan ketajaman mata dan mencatat bahwa mata sebelah kanan klien Post Operasi.
09:20 Wib, Mengorientasikan klien terhadap lingkungan staf dan orang lain yang ada disekitar klien.
Evaluasi
S : Klien mengatakan tidak bisa melihat dengan mata kanan post operasi, berawan dan kabur pada mata kiri. O : adanya balutan pada mata sebelah kanan, mata kanan tidak bisa melihat, silau terhadap penerimaan cahaya pada mata kiri, area putih keabu abuan di belakang pupil pada mata kiri, tajam penglihatan berkurang pada mata kiri. A: masalah belum tertasi. P: intervensi dilanjutkan.

Diagnosa I (post operasi) Nyeri berhubungan dengan adanya insisi bedah ditandai dengan skala nyeri (2), pada mata sebelah kanan dibalut dengan perban.
10.00 Wib, Mengkaji skala nyeri dan karateristik nyeri.
10.30 Wib, Mengkaji tanda tanda vital
11.00 Wib, Mengajarkan klien teknik relaksasi napas dalam ketika nyerinya timbul.
11.30 Wib, Membatasi pergerakan klien.
Evaluasi
S : klien mengatakan sudah tidak merasakan nyeri pada mata kanan post operasi. O : tanda tanda vital TD : 120/80mmHg, nadi 80 x/menit, frekuensi napas 24 kali/meint, suhu tubuh 37oC, klien mengikuti. A : masalah masalah teratasi. P : intervensi dihentikan

Diagnosa II (post operasi) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasi bedah ditandai dengan mata sebelah kanan dibalut perban, terlihat adanya pendarahan pada mata sebelah kanan, adanya insisi bedah
12:00 Wib, mendiskusikan tentang pentingya mencuci tangan sebelum menyentuh mata, menunjukkan teknik membersihkan bola mata yang belum di operasi dari dalam keluar dengan menggunakan bola kapas untuk tiap usapan
12:30 Wib, menganti balutan pada mata kanan dengan memperhatikan sterilisasi intrumen dan tindakan.
Evaluasi
S : klien mengatakan kurang nyaman dengan adanya pembalut perban pada mata. O : balutan pada mata sebelah kanan terlihat utuh, klien terlihat membatasi aktifitasnya dengan lebih sering duduk dengan bersandar, klien mengikuti intruksi perawat untuk teknik manajemen stres napas dalam. A : masalah teratasi sebagian. P : intervensi dipertahankan.

Diagnosa III (post operasi) Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan perdarahan intra okuler, kehilangan vitreous ditandai dengan mata kanan di balut dengan perban, terlihat adanya pendarahan ringan pada mata kanan. Pada mata kiri silau terhadap penerimaan cahaya, area putih keabu abuan di belakang pupil mata kiri, tajam penglihatan berkurang, penglihatan lapang pandang berkurang, Lensa agak keruh.
13:00 Wib, menagnjurkan klien untuk memilih posisi yang nyaman seperti bersandar.
13:30 Wib, menganjurkan klien untuk membatasi aktivitas seperti menggerakkan kepala tiba-tiba, menggaruk mata dan membogkok.
13:55 Wib, mengajarkan klien teknik mengontrol stress seperti napas dalam dan teknik relaksasi.
Evaluasi
S : klien mengatakan tidak dapat melihat dengan mata kanan. O : balutan pada mata sebelah kanan terlihat utuh, klien terlihat membatasi aktifitasnya dengan lebih sering duduk dengan bersandar, klien mengikuti intruksi perawat untuk teknik manajemen stres napas dalam. A : cedera tidak terjadi. P : intervensi dipertahankan.


BAB IV
PEMBAHASAN ASKEP PRE POST KATARAK

Pada bab ini penulis menyajikan pembahasan tentang kesenjangan yang didapat antara tinjauan teoritis dengan tinjauan kasus pada klien Tn. M dengan pre dan post operasi. Untuk mendapatkan pembahasan yang sistematis, maka penulis membahas berdasarkan langkah-langkah proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan.

A. Pembahasan Pengkajian
Pengkajian pada tinjauan teoristis didapatkan data-data pada klien pre dan post operasi sebagai berikut : malaise, perubahan aktivitas biasanya hoby sehubungan dengan gangguan penglihatan, mual/muntah (glaukoma akut), gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar sinar, kehilangan penglihatan perifer, fotofobia (glaucoma akut). Tanda: tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil (katarak). Pupil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan (glaucoma darurat). Peningkatan air mata, ketidaknyamanan ringan/mata berair (glaucoma kronis). Nyeri/tiba tiba berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala (glaukoma akut), riwayat keluarga glaukoma, diabetes, gangguan sistem vaskuler. Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor (contoh peningkatan tekanan vena), ketidak seimbangan endokrin, diabetes (glaukoma).

Dari hasil pengkajian yang dilaksanakan pada klien nama Tn. M, maka penulis mendapatkan data sebagai berikut: klien mengatakan penglihatannya berawan dan kabur, Lensa agak keruh, area putih keabu abuan di belakang pupil, Kornea keruh dan berkabut pada mata kanan dan mata kiri, Reaksi terhadap cahaya silau, ketajaman penglihatan menurun, klien tampak cemas, klien terlihat sering bertanya kepada perawat, klien mengatakan nyeri ringan, skala nyeri (2), klien tampak cemas.

Perbedaan antara tinjauan teori dan kasus adalah tidak ditemukan adanya tanda-tanda seperti mual/muntah karena klien tidak mengalami glaucoma akut namun sudah teridentifikasi katarak. Peningkatan air mata hal ini tidak penulis temukan pada tinjauan kasus karena klien berada di dalam ruangan saat dilakukan pengkajian sehingga tidak ada pantulan cahaya yang masuk langsung ke dalam mata klien. Ketidak nyamanan nyeri tidak ditemukan pada saat pre operasi namun setelah tindakan operasi klien mengeluh terjadinya nyeri ringan pada mata post operasi dengan skala nyeri 2. klien tidak mengalami sakit kepala karena klien sudah terbiasa dengan kondisinya sejak 6 bulan yang lalu. Tidak ada ditemukan adanya riwayat penyakit keluaga glaucoma, diabetes dan gangguan sistem vaskuler.

B. Diagnosa keperawatan
Pada tinjauan kasus penulis menegakkan diagnosa dengan menganalisa data yang telah didapatkan pada pengkajian baik data subjektif maupun objektif.

Adapun diagnosa yang terdapat pada tinjauan kasus Tn. M dengan pre dan post op katarak ialah : Gangguan persepstual sensori penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indera. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan, salah interpretasi informasi. Ansietas terhadap tindakan operasi berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur tindakan bedah. Nyeri berhubungan dengan adanya insisi bedah. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasi bedah. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kehilangan vitreous.

Pada tinjauan teori yang dikemukan Doengoes (2000) diagnosa yang timbul pada klien dengan katarak adalah: Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan perdarahan intraokuler, kehilangan vitreous. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur infansi bedah pengangkatan katarak. Gangguan persepstual sensori penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indera lingkungan secara teurapeutik dibatasi. Ditandai dengan menurunnya ketajaman, gangguan penglihatan, perubahan respon biasanya terhadap rangsang. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi, salah interpretasi informasi, kurang terpajan/mengingat, keterbatasan kognitif. Ditandai dengan pertanyan atau peryataan salah konsepsi, takakurat mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah.

Pada diagnosa keperawatan yang penulis dapatkan Pada Tn. M dengan pre dan post operasi katarak terdapat beberapa perbedaan antara tinjauan kasus dengan tinjauan teori seperti pada tinjauan tidak dijelaskan timbulnya diagnosa Ansietas terhadap tindakan operasi berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur tindakan bedah dan Nyeri berhubungan dengan adanya insisi bedah pada klien pre dan post operasi katarak.

C. Rencana asuhan keperawatan
Perencanaan pada tinjauan kasus yang penulis rencanakan kepada Tn. M adalah sama dengan rencana intervensi yang terdapat pada tinjauan teori Karena praktik keperawatan dapat dianggap professional maka rencana tindakan keperawatan pada tinjauan kasus harus sesuai dengan standar teori asuhan keperawatan klien dengan pre dan post operasi katarak akan tetapi tidak sepenuhnya intervensi yang ada pada teori dapat dilaksanakan pada tinjaun kasus, ini dikarenakan tergantung pada keadan kondisi klien dan juga tersedia atau tidaknya peralatan/fasilitas dirumah sakit tersebut.

Untuk rencana tidakan diagnosa keperawatan yang tidak terdapat pada tinjauan teorirtis klien dengan katarak, penulis berusaha untuk menyusun rencana tindakan dengan merujuk kepada bebearapa intervensi teoritis seperti intervensi untuk diagnosa nyeri penulis rencanakan berdasrkan tinjauan teoritis menurut Doengoes (2000. Hal 915) pada intervensi bedah umum. Sedangkan utuk diagnosa ansietas penulis juga merujuk kepada tinjaua teoritis yang dikemukakan oleh Doengoes (2000. Hal 904) tentang masalah keperawatan pada klien dengan bedah umum.

D. Implementasi
Dalam hal pelaksanaan asuhan keperawatan yang telah direncanakan penulis mengusahakan untuk tidak menyimpang dari landasan teori. Adapun pelaksanaan yang penulis laksanakan tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya dengan apa yang telah penulis rencanakan tetapi penulis dapat memodifikasi pelaksanaan dengan rencana tindakan yang telah direncanakan dengan menyesuaikan situasi dan kondisi pasien, hal ini disebabkan karena faktor eksternal dan faktor internal, akan tetapi pelaksanaan yang telah penulis laksanakan berjalan dengan lancar berkat kerja sama yang baik antara perawat dan juga keluarga klien.

Pelaksanaan asuhan keperawatan dilaksanakan sesuai dengan diagnosa yang telah penulis tegakkan yaitu : Gangguan persepstual sensori penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indera. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan, salah interpretasi informasi. Ansietas terhadap tindakan operasi berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur tindakan bedah. Nyeri berhubungan dengan adanya insisi bedah. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasi bedah. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kehilangan vitreous.

Adapun pelaksanaan yang telah dilaksakan seperti Melakukan pendekatan dengan cara menyentuh klien dan menganjurkan orang terdekat tinggal dengan klien, Menentukan ketajaman mata dan mencatat bahwa kedua mata klien mengalami katarak, Mengorientasikan klien terhadap lingkungan staf dan orang lain yang ada disekitar klien, mengkaji tingkat persepsi klien terhadap kondisi penyakit klien, Memberikan pendidikan kesehatan meliputi pengertian katarak, penyebab katarak dan metode pengobatannya, Menganjurkan klien untuk memakai kacamata gelap bila ingin keluar dari ruangan perawatan, mengidentifikasi tingakat kecemasan kien, Mengkaji skala nyeri dan karateristik nyeri. 

Mengkaji tanda tanda vital. Mengajarkan klien teknik relaksasi napas dalam ketika nyerinya timbul, mendiskusikan tentang pentingya mencuci tangan sebelum menyentuh mata, menunjukkan teknik membersihkan bola mata yang belum di operasi dari dalam keluar dengan menggunakan bola kapas untuk tiap usapan, Mendiskusikan dengan klien tentang apa yang terjadi pasca operasi. menagnjurkan klien untuk memilih posisi yang nyaman seperti bersandar. menganjurkan klien untuk membatasi aktivitas seperti menggerakkan kepala tiba-tiba, menggaruk mata dan membogkok. mengajarkan klien teknik mengontrol stress seperti napas dalam dan teknik relaksasi.

E. Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui hasil dari suatu tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan selama dalam proses asuhan keperawatan yang penulis lakukan pada klien Tn. m dengan pre dan post operasi katarak. Hasil akhir dari asuhan keperawatan yang diberikan untuk seluruh diagnosa keperawatan yang telah ditegakkan sebagai ialah berikut Masalah yang telah teratasi selama penulis memberikan asuhan keperawatan pada klien Tn.M dengan pre danpost operasi katarak adalah Ansietas terhadap tindakan operasi berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur tindakan bedah dengan kriteria hasil klien tampak rileks, klien tampak tenang, klien mengungkapkan perasaan tenang kepada perawat. Nyeri berhubungan dengan adanya insisi bedah dengan kriteria hasil klien mengatakan tidak merasakan nyeri lagi dan TTV dalam batas normal. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan, salah interpretasi informasi dengan krteia hasil klien mengatakan sedikit sudah tau tentang proses penyakit nya dan klien tidak menunjukkan kecemasanya lagi.

Sedangkan masalah yang belum teratasi atau teratasi sebagian adalah Gangguan persepstual sensori penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indera, Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasi bedah, Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kehilangan vitreous. Hal ini dikarenaka terbatas nya waktu bagi penulis untuk melanjtukan asuhan keperawatan kepeda klien dengan pre dan post operasi katarak, dan untuk mendapatkan hasil yang lebih memuaskan bagi klien penulis menunjukkan perawat ruangan Marhamah III untuk melanjutkan tugas penulis sebagai perawat pemberi asuhan keperawatan kepada Tn. M.


BAB VPENUTUP ASKEP KATARAK

Setelah penulis membahas kasus pada Tn. M dengan pre dan post operasi katarak dilihat dari tinjauan teoritis dan tinjauan kasus maka penulis mengambil keputusan dan juga saran-saran sebagai berikut :
Kesimpulan
  1. Pada tahap pengkajian terdapat beberapa perbedaan antara tinjauan teoritis dengan tinjaua kasus, namun tidak terlalu mempengaruhi penulis dalam melanjutkan pemberian asuhan keperawatan terhadap klien Tn. M dengan pre dan post operasi katarak.
  2. Masalah keperawatan yang timbul setelah melakukan pengkajian pada kasus Tn. M dengan pre dan post op katarak adalah Gangguan persepstual sensori penglihatan, Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan, Ansietas terhadap tindakan operasi. Nyeri, Resiko tinggi terhadap infeksi, Resiko tinggi terhadap cedera.
  3. Intervensi pada tinjauan kasusu disusun berdasarkan standar teori asuhan keperawatan pada klien demam pre dan post op katarak.
  4. Pelaksanaan asuhan keperawatan merupakan pengelolaan dan perwujudan dari perencanaan yang meliputi tindakan-tindakan yang telah direncanakan oleh perawat dan tenaga kesehatan lain.
  5. Evaluasi merupakan penilaian dan pengukuran keberhasilan tindakan yang telah diberikan kepada klien. Dan pelayanan asuhan keperawatan yang di berikan kepada Tn. M masih tidak semua masalah teratasi dalam 3 hari.
Saran-saran
  1. Dalam pemberian Asuhan keperawatan terhadap klien hendaknya memperhatikan bahwa manusia merupakan satu kesatuan Bio, Psiko, Sosio, dan Spiritual, sehingga maslah-maslah yang timbul dapat diatasi sedini mungkin.
  2. Asuhan keperawatan yang dilakukan pada klien pre dan post op katarak sebaiknya dilakukan dengan sangat memperhatikan kondisi lingkungan klien agar terhindari dari berbagai resiko cedera.
  3. Untuk menghindari terjadinya infeksi lanjutan dan komplikasi, partisipasi klien dan keluarga dalam program sangat mendukung.
  4. Keberhasilan dalam mengatasi masalah klien dan mengupayakan kesembuhan terhadap klien sangat ditentukan oleh adanya kerjasama yang baik antara perawat, team kesehatan lain dan keluarga klien

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Contoh KTI Asuhan Keperawatan Pada Klien Pre Dan Post Operasi KATARAK"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel