-->

Askep Stroke Dan Latar Belakangnya



Asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah kesehatan stroke sangat penting untuk di pelajari oleh anda seorang mahasiswa keperawatan, apa lagi sekarang ini anda sedang menjalani pembelajaran Gawat darurat di mana anda akan menemukan berbagai macam jenis stroke nantinya saat praktik kerja lapangan di IGD atau UGD Rumah sakit mitra kampus anda, baik itu stroke haemoragic maupun stroke iskhemik.
askep gadar stroke akut
ilustrasi penderita stroke

Tentunya di sana anda akan menemukan kedua jenis penyakit stroke ini nantinya dan dengan sigap anda harus melakukan prose askep gadar stroke akut di UGD. sebelum itu anda juga harus mempelajari dulu materi tentang tinjauan teori pada hal tersebut, seperti pengertian stroke, klasifikasinya, tidak luput pula harus sudah memahami apa yang menyebabkan stroke itu sendiri atau yang seringa disebut dengan istilah etiologi.

Untuk itu anda bisa melihat teori contoh asuhan keperawatan pada penderita stroke di bawah ini.

Selamat berjuang bagi anda yang akan menjadi seorang perawat dan saya doakan agar anda semua bisa menjadi perawat profeisonal dan bila perlu jadilah seorang perawat dengan bidang tertentu seperti halnya perawat ruang ICU sehingga anda akan lebih memahami lagi bagaimana penderita stroke di ruang ICU bisa anda rawat dengan sekill khusus perawat gawat darurat yang anda miliki.

I. Latar Belakang Stroke

 

Penyebab kecacatan tertinggi di Amerika Serikat bukanlah kecelakaan lalu lintas, melainkan stroke. Di Indonesia, meskipun belum ada catatan resmi, penyebab kecacatan akibat stroke diperkirakan cukup tinggi, Tingginya angka kecacatan akibat stroke, terutama karena penderita terlambat ditangani secara medis. Sebanyak 34 persen pasien mengalami komplikasi penyakit dalam jangka empat minggu pasca stroke. Komplikasi ini misalnya stroke yang memburuk, pneumonia (radang paru), infeksi saluran kemih, kejang, atau serangan jantung (Admin. 2012)

Stroke hingga saat ini masih merupakan pembunuh nomor tiga di dunia dan penyebab kecacatan nomor satu di dunia; setiap tahunnya di Amerika Serikat tercatat sekitar 900.000 kasus stroke, dan dari angka tersebut 1/3 nya merupakan kasus stroke maupun Trans Ischaemic Attack (mini stroke) berulang. Demikian tingginya angka berulangnya kasus stroke ini menjadi perhatian khusus dari pelayanan Neurologi (Usman, F. 2011).

Kasus stroke meningkat di negara maju seperti Amerika dimana kegemukan dan junk food telah mewabah. Berdasarkan data statistik di Amerika, setiap tahun terjadi 750.000 kasus stroke baru di Amerika. Dari data tersebut menunjukkan bahwa setiap 45 menit, ada satu orang di Amerika yang terkena serangan stroke (Admin. 2010).

Jumlah penderita stroke terus meningkat setiap tahun, bukan hanya menyerang penduduk usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia muda dan produktif. Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki) ikut berperan serta dalam upaya mengatasi dan menangani masalah stroke di Indonesia. Jumlah penderita stroke cenderung terus meningkat setiap tahun, bukan hanya menyerang penduduk usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia muda dan produktif. Secara ekonomi, dampak dari insiden ini prevalensi dan akibat kecacatan karena stroke akan memberikan pengaruh terhadap menurunnya produktivitas dan kemampuan ekonomi, mulai dari ekonomi tingkat keluarga sampai pengaruhnya terhadap beban ekonomi masyarakat dan bangsa (Admin7, 2012).

Menurut Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2008, prevalensi jumlah penderita stroke mencapai 8,3 per 1.000 populasi di Indonesia. Dengan jumlah populasi sekitar 211 juta jiwa, berarti terdapat sekitar 1,7 juta penderita stroke. Jumlah tersebut dari tahun ke tahun diperkirakan terus bertambah. Prevalensi stroke tertinggi dijumpai di NAD (16,6‰) dan terendah di Papua (3,8‰). Terdapat 13 provinsi dengan prevalensi stroke lebih tinggi dari angka nasional.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk menyusun karya tulis ilmiah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada klien Tn. S dengan Stroke Iskhemia”

II. Konsep Dasar Stroke

Pengertian
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang mengakibatkan kelumpuhan dan kematian (Batticaca, F. 2008. Hal 56).

Stroke adalah syndrome yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak (GPDO) dengan awitan akut, disertai manifestasi klinis berupa defisit neurologis dan bukan sebagai akibat tumor, trauma ataupun infeksi susunan saraf pusat (Dewanto, G. 2009. Hal 24). Sedangkan menurut Muttaqin, A (2008. Hal 234) Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak dengan adanya tanda tanda klinik yang berkembang cepat akibat fungsi otak fokal (global).

Penulis dapat menyimpulkan bahwa stroke atau gangguan peredaran darah otak (GPOD) merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai pada siapa saja dan kapan saja dan harus ditangani secara cepat dan cepat.
Klasifikasi Stroke
Menurut  Batticaca, F. (2008. Hal 58) stroke diklsifikasikan ke dalam dua bagian yaitu :
a.    Stroke iskemik (infark atau kematian jaringan). Serangan sering terjadi pada usia 50 tahun atau lebih dan terjadi pada malam hingga pagi hari.
1)   Thrombosis pada pembuluh darah otak (thrombosis of cerebral vessels).
2)   Emboli pada pembuluh darah otak (embolism of cerebral vesels).
b.     Stroke hemoragik (perdarahan). Serangan sering terjadi pada usia 20-60 tahun dan biasanya timbul setelah beraktivitas fisik atau karena psikologis (mental).
1)   Perdarahan intraserebral (parechymatous hemorrhage). Gejala nya nyeri kepala berat karena hipertensi. Serangan terjadi pada siang hari, saat beraktivitas, dan emosi atau marah. Mual atau muntah pada awal serangan. Hemiparesis atau hemiplegia terjadi sejak awal serangan. Kesadaran menurun dengan cepat dan menjadi koma.
2)   Perdarahan subrakhnoid (subrachnoid hemoragi). Gejalanya nyeri kepala hebat dan mendadak. Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi. Ada gejala atau menigeal. Papiledema terjadi bila ada perdarahan subrakhnoid karena pecahnya aneurisma pada arteri komunikans anterior atau arteri karotis interna.
Etiologi Stroke
Penyebab stroke adalah pecahnya (ruptur) pembuluh darah di otak dan/atau terjadiya thrombosis dan emboli. Gumpalan darah akan masuk ke aliran darah sebagai akibat dari penyakit lain atau karena adanya bagian otak yang cedera dan menutup/menyumbat arteri otak. Akibatnya fungsi otak berhenti dan terjadi penurunan fungsi otak. Stroke iskhemik sebagian besar merupakan komplikasi dari penyakit vascular, yang ditandai dengan gejala penurunan tekanan darah yang mendadak, takikardia, pucat, dan pernapasan yang tidak teratur. Dan faktor resiko terjadinya stroke iskemik meliputi : hipertensi atau tekanan darah tinggi, hipotensi atau tekanan darah rendah, obesitas atau kegemukan, kolestrol darah tinggi, riwayat penyakit diabetes mellitus, merokok, dan stres (Batticaca, F. 2008. Hal 56).
Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pada otak. Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi.
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat akan lebih sering menyebabkan kematian dibandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskular, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan lewat foramen magnum  (Muttaqin, 2008, Hal 131).
Manifestasi Klinis
b.    Gangguan peredaran darah arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan hemihipestesi kontralateral yang terutama melibatkan tungkai.
c.    Gangguan peredaran darah arteri serebri media menyebabkan hemiparesis dan hemihipestesi kontralateral yang terutama mengenai lengan disertai gangguan fungsi luhur berupa afasia ( bila mengenai area otak dominan) atau hemispatial neglect ( bila mengenai area otak nondominan ).
d.   Gangguan peredaran darah arteri serebri posterior menimbulkan hemianopsi homonim atau kuadrantanopsi kontralateral tanpa disertai gangguan motorik maupun sensorik. Gangguan daya ingat terjadi bila terjadi infark pada lobus temporalis medial. Aleksia tanpa agrafia timbul bila infark terjadi pada korteks visual dominan dan splenium korpus kalosum. Agnosia dan prosopagnosia ( ketidak mampuan  mengenali wajah ) timbul akibat infark pada korteks temporooksipitalis inferior.
e.    Gangguan peredaran  darah batang otak menyebabkan gangguan saraf cranial seperti disartri, diplopi dan vertigo ; gangguan serebelar, seperti ataksia atau hilang keseimbangan ; atau penurunan kesadaran.
f.     Infark lakunar merupakan infark kecil dengan klinis gangguan murni motorik atau sensorik tanpa disertai gangguan fungsi luhur (Dewanto, G. 2009. Hal 24).
Penatalaksanaan
a.    Umum
Nutrisi, Hidrasi intervena : koreksi dengan NaCl 0,9 % jika hipovolemik, Hiperglikemi : koreksi dengan insulin skala luncur. Bila stabil, beri insulin regular subkutan, Neurorehabilitasi dini : stimulasi dini secepatnya dan fisioterapi gerak anggota badan aktif maupun aktif  maupun pasif, Perawat kandung kemih : kateter menetap hanya pada keadaan khusus ( kesadaran menurun, demensia, dan afasia global ).
b.   Khusus
1)   Terapi spesifik stroke iskemik akut : Trombolisis rt-PA intravena / intraaterial pada < 3 jam setelah awitan stroke dengan dosis 0,9 mg / kg ( maksimal 90 mg ). sebanyak 10 % dosis awal diberi sebagai bentuk bolus, sisanya dilanjutkan melalui infus dalam waktu 1 jam. Antiplatelet : asam salisilat 160 – 325 mg / hari 48 jam setelah awitan stroke atau Clopidogrel 75 mg/hari, Obat neuroprotektif.
2)   Hipertensi : pada stoke iskemik akut, tekanan darah diturunkan apabila tekanan sistolik  > 220 mmhg dan / atau tekanan diastolik  > 120 mmhg dengan penurunan maksimal 20% dari tekanan arterial rata-rata ( MAP ) awal per hari. Panduan penurunan tekanan darah tinggi : Bila tekanan darah sistolik > 230 mmhg atau tekanan diastolik > 140 mmhg berikan nikardipin ( 5-15 Mg/kg/menit infuse kontinu ) atau nimodipin ( 60 mg / 4 jam PO ). Bila tekanan sistolik 180 - 230 mmhg atau tekanan diastolik 105 - 140 mmhg, atau tekanan darah arterial rata-rata 130 mmhg pada dua kali pengukuran tekanan darah dengan selang 20 menit atau pada keadaan hipertensi gawat darurat ( infark miokard, edema paru kardiogenik, retinopati, nefropati, atau ensefalopati hipertensi ) dapat diberikan : Labetalol 10 - 20 mg  IV selama 1 - 2 menit. Ulangi atau gandakan setiap 10 menit sampai maksimun 300 mg atau berikan dosis awal berupa bolus yang diikuti oleh labetalol drip 2 - 8 mg / menit, Nikardipin, Diltiazem, Nimodipin. Bila tekanan sistolik < 180 mmHg dan tekanan diastolik < 105 mmHg, tangguhan pemberian obat anti hipertensi.
3)   Trombosis vena dalam : Heparin 5000 unit / 12 jam selama 5 - 10 hari, Low molecular weight heparin ( enoksaparin / nadroparin ) 2 x 0,3 – 0,4 IU SC abdomen, Pneumatic boots, stoking elastik, fisioterapi dan mobilisasi (Dewanto, G. 2009. Hal 27).
Komplikasi
Menurut Ginsberg, L (2008. Hal 91) pasien yang mengalami gejala berat, misalnya imobilisasi dengan hemiplegia berat, rentan terhadap komplikasi yang dapat menyebabkan kematian lebih awal yaitu pneumonia, septikemia (akibat ulkus dekubitus atau infeksi saluran kemih). Thrombosis vena dalam (deep veintrombosis, DVT) dan emboli paru. Infark miokard, aritmia jantung, dan gagal jantung. Ketidak seimbangan cairan.
Sekitar 10% pasien dengan infark serebri meninggal pada 30 hari pertama. Hingga 50% pasien yang bertahan akan membutuhkan bantuan dalam menjalankan aktivitas sehari hari. Faktor faktor yang mempunyai konstribusi pada distbilitas jangka panjang meliputi : ulkus dekubitus, epilepsi, jatuh berulang dan fraktur, spastisitas, dengan nyeri, kontraktur dan kekakuan sendi bahu (frozen shoulder), dan depresi.
Glaslow Coma Score
Pada keadaan perawatan yang sesungguhnya, pengumpulan data untuk menilai tingkat kesadaran sangat terbatas, Skala Koma Gaslow (Glaslow Coma Score) dapat memberikan jalan pintas yang sangat berguna. Skala tersebut memungkinkan pemeriksa membuat tiga peringkat respons utama klien terhadap lingkungan yaitu membuka mata, mengucap kata, dan melakukan gerakan (Muttaqin, A. 2008. Hal 32).

II. Asuhan Keperawatan Stroke

Menurut Doengoes (2000. Hal 290-310) pengkajian yang dilakukan terhadap klien dengan stroke iskhemic ialah seperti berikut:
1.    Pengkajian Stroke
a.    Aktivitas/Istirahat
Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia) merasa mudah lelah, susah untuk beristirahat (nyeri/kejang otot, gangguan otot (flaksid, spatis), paralitik (hemiplegia) gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran.
b.    Sirkulasi
Adanya penyakit jantung (MI, reumatik/penyakit jantung vaskuler, GJK, endokarditis bacterial) polisitemia, riwayat hipotensi pastural. Hipertensi arteri (dapat ditemukan/terjadi pada (SV) sehubungan dengan embolisme/malformasi faskler, nadi, frekuensi dapat bervariasi (karena ketidakstabilan fungsi jantung/kondisi jantung, obat-obatan, efek stroke pada pusat vaso motor disritmia, perubahan EKG. Desiran pada karotis, femoralis dan arteri illiaka/aorta yang abnormal.
c.    Integritas Ego
Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa, emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan bergembira, kesulitan untuk mengekspresikan diri.
d.   Eliminasi
Perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urine, anuria, distensi abdomen (distensi kandung kemih berlebihan) bising usu negatif ileus paralitk.
e.    Makanan/Cairan
Nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut (peningkatan Tik) kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi dan tenggorokan, disfagia. Adanya riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah. Kesulitan menelan (gangguan pada reflek palatum dan garingeal). Obesitas (faktor resiko).
f.     Neurosensori
Sinkope pusing sebelum serangan SV/selama TIA sakit kepala : akan sangat berat dengan adanya perdarahan intraserebral atau subaraknoid. Kelemahan/kesemutan/kebas mis. terjadi selama serangan TIA, yang ditemukan dalam berbagai derajat pada stroke jenis yang lain, sisi yang terkena terlihat seperti ”mati/lumpuh”. Status mental/tingkat kesadaran, biasanya terjadi koma pada tahap awal haemoragis, ketidaksadaran biasanya akan tetap sadar jika penyebabnya adalah trombosis yang bersifat alami, gangguan tingkah laku (seperti letargi, apatis, mengerang), gangguan fungsi kognitif (seperti penurunan memori, pemecahan masalah).
g.    Nyeri/Kenyamanan
Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda (karena karotis terkena). Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah ketegangan pada otot/fasia.
h.    Pernafasan
Merokok (faktor resiko), ketidakmampuan menelan/batuk/hambatan jalan nafas.
i.      Keamanan
Motorik/sensorik, masalah dengan penglihatan, perubahan persepsi. Terhadap orientasi tempat tubuh (stroke kanan). Kesulitan untuk melihat objek dari sisi kiri (pada stroke kanan). Tidak mampu mengenali objek, warna, kata dan wajah yang pernah dikenalnya dengan baik.
j.      Interaksi Sosial
Masalah bicara, ketidakmampuan berkomunikasi.
k.    Penyuluhan/pembelajaran
Adanya riwayat hipertensi pada keluarga stroke (faktor resiko). Pemakaian kontrasepsi oral, kecanduan alkohol (faktor resiko). Rencana pemulangan  : mungkin memerlukan obat/penanganan terapeutik. Bantuan dalam hal transportasi, bebrlanja, penimpangan makanan, perawatan diri dan ruma/pertahankan kewajiban. Perubahan dalam susunan rumah secara fisik, tempo transisi sebelum kembali ke lingkungan rumah.
l.      Pemeriksaan Diagnostik
Angiografi serebral : membantu menetukan penyebab stroke secara spesifik, seperti perdarahan, atau obstruksi arteri adanya titik oklusi atau ruptur. Skan CT : memperlihatkan adanya edema, hematoma, ischemia dan infark. Fungsi lumbal : menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis emboli serebral atau TIA. Tekanan meningkat dan cairan yan mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik subaraknoid atau perdarahan intracranial. Kadar protein total meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses imflamsi. MRI : menunjukkan daerah yang mengalami infark hemoragik. Malformasi Arterio Vena (masalah sistem arteri karotis (aliran darah/muncul plak). EEG : mengidentifikasi masalah didsarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
m.  Prioritas Keperawatan
a.    Membantu klien untuk menentukan kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
b.    Mencegah/meminimalkan komplikasi dan ketidakmampuan yang bersifat permanen.
c.    Meningkatkan perfusi dan oksigenasi serebral yang adekuat.
d.   Memberikan dukungan terhadap proses koping dan mengintegrasikan perubahan dalam konsep diri klien.
e.    Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosisnya dan kebutuhan tindakan/rehabilitas.
n.    Tujuan Pemulangan
1)   Fungsi serebral membaik/meningkat, penurunan fungsi neurologis dalam diminimalkan/dapat distabilkan.
2)   Komplikasi dapat dicegah atau diminimalkan.
3)   Kebutuhan klien sehari-hari dapat dipenuhi oleh klien sendiri atau dengan bantuan yang minimal dari prang lain.
4)   Mampu melakukan koping dengan cara yang positif, perencanaan untuk masa depan.
5)   Proses dan prognosis penyakit dan pengobatannya dapat dipahami.
2.    Diagnosa Keperawatan Stroke
Adapun diagnosa keperawatan yang diketemukan pada klien dengan  stroke iskhemik menurut Doengoes (2000. Hal 293) adalah sebagai berikut:  
a.    Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah, gangguan oklusif, vasospasme serebral edema serebral ditandai dengan perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori, perubahan dalam respon motorik/sensori, gelisah.
b.    Kerusakan mobilitas fisik, berhubungan dengan keterlibatan neuromuskuler, kelemahan, parestesia, ditandai dengan ketidakmampuan bergerak dengan tujuan dalam lingkungan fisik, kerusakan koordinasi keterbatasan rentang gerak.
c.    Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan transmisi persepsi sensori, integrasi trauma neurogis atau defisit ) ditandai dengan disorientasi terhadap waktu, tempat, orang, perubahan dalam pola perilaku/respon biasanya terdapat rangsang ; respon emosional berlebihan.
d.   Kerusakan komunikasi verbal atau tertulis berhubungan dengan kerusakan sirkulasi, serebral, kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus/control otot fasial/oral, kelemahan umum ditandai dengan kerusakan artikulasi.
e.    Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan atau ketahanan, kehilangan control/koordinasi otot.
f.     Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, perceptual kognitif.
g.    resiko tinggi kerusakan menelan berhubungan dengan terhadap kerusakan neuromuskuler/ perceptual.
h.    Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenal kondisi dan pengobatan, kurang pemahaman, keterbatsan kognitif, kesalahan interpretasi informasi, kurang meningkat. Tidak mengenal sumber-sumber informasi.
3.    Perencanaan Stroke
Adapun rencana tindakan keperawatan yang dapat dirumuskan pada klien dengan stroke ischemia yaitu :
a.    Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah, gangguan oklusif, vasospasme serebral. Ditandai dengan perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori, perubahan dalam respon motorik/sensori, gelisah.
Tujuan : menunjukkan tidak adanya kelanjutan deteriorasi / kekambuhan defisit. Kriteria Hasil : Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya /membaik, fungsi kognitif dan motorik/sensori. Mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil dan tak adanya tanda-tanda peningkatan TIK.
Intervensi/Rasional
Intervensi : a.) Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan/penyebab khusus selama koma/penurunan perfusi serebral dan potensi terjadinya peningkatan TIK. Rasional : mempengaruhi penetapan intervensi. Kerusakan/kemunduran tanda/gejala neurologis atau kegagalan memperbaikinya setelah fase awal memerlukan tindakan ke ruang perawatan kritis (ICU) untuk melakukan pemantauan terhadap peningkatan TIK. b.) Pantau/catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya/standar. Rasional : mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan Tik dan mengetahui likasi, luas dan kemajuan/resolusi kerusakan SSP. c.) Adanya hipertensi/hipotensi, bandingkan tekanan darah yang membaca pada kedua tangan. Rasional : Hipotensi postural dapat menjadi faktor pencetus. Hipotensi dapat terjadi karena shok (kolaps sirkulasi vaskuler). Intervensi : d). Frekuensi dan irama jantung : auskultasi adanya mur-mur. Rasional : Perubahan terutama adanya kerusakan otak. e) Catat pola dan irama dari pernafasan, seperti adanya periode apnea setelah pernapasa hiperventilasi, pernapasa cheyne-stroke. Rasional : Ketidakteraturan dapat memberikan gambaran lokasi kerusakan serebral/peningkatan TIK dan kebutuhan untuk intervensi selanjutnya termasuk kemungkinan perlunya dukungan terhadap pernapasan. Letakkan kepala dengan posis agak ditinggikan dan dalam posis anatomis netral). f). Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan, dan reaksinya terhadap cahaya. Rasional : Reaksi pupil diatur oleh saraf kranial okulomotor (III) dan berguna dalam menentukan apakah batang otak tersebut masih baik.  g). Catat perubahan dalam penglihatan, seperti adanya kebutaan, gangguan lapang pandang/kedalaman persepsi. Rasional : Gangguan penglihatan yang spesifik mencerminkan daerah otak yang terkena, mengindikasikan keamanan yang harus mendapat perhatian dan mempengaruhi intervensi yang akan dilakukan. h) Kaji fungsi –fungsi yang lebih tinggi, seperti fungsi bicara jika klien sadar. Rasional : Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator dari lokasi/derajat gangguan serebral dan mungkin mengindikasikan penurunan/peningkatan TIK.
b.    Kerusakan mobilitas fisik, berhubungan dengan keterlibatan neuromuskuler, kelemahan, parestesia, ditandai dengan ketidakmampuan bergerak dengan tujuan dalam lingkungan fisik, kerusakan koordinasi keterbatasan rentang gerak.
Tujuan : Mencapai tingkat mobilitas fisik yang optimal. Kriteria Hasil : Mempertahankan posisi optimal dan fungsi yang dibuktikan oleh adanya kontraktu, foot drop. Mempertahankan, meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena atau kompensasi. Mempertahankan integritas kulit.
Intervensi/Rasional
Intervensi : a). Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal-awal dan dengan cara yang teratur. Rasional : mengidentifikasi kekurangan/kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulihan. Intervensi : b). Ubah posisi minimal setiap 2 jam sekali. Rasional : menurunkan resiko terjadinya trauma ischemia/jaringan. Intervensi : c). Letakkan pada posisi telungkup 1 kali atau 2 kali sehari jika klien dapat mentoleransnsinya. Rasional : membantu memeprtahankan ekstensi pinggul, fungsional tetapi kemungkinan akan meningkatkan ansietas terutama mengenai kemampuan klien untuk bernafas. Intervensi : d). Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas saat masuk. Rasional : Meminimalkan antropi otot meningkatkan sirklasi, membantu mencegah kontraktur. e). Sokong ekstremitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan kaki selama periode paralisis flaksid. Pertahankan kepala netral. Rasional : Mencegah kontraktur dan menfasilitasi kegunaanya jika berfungsi kembali. f). Gunakan penyangga lengan ketika klien berada dalam posisi tegak, sesuai indikasi. Rasional : Selama paralisis flaksid, penggunaan penyangga dapat menurunkan risiko terjadinya subluksasio lengan dan ’sindrome bahu-lengan.”
c.    Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi sensori transmisi, integrasi trauma neurogis atau defisit ) ditandai dengan disorientasi terhadap waktu, tempat, orang, perubahan dalam pola perilaku/respon biasanya terdapat rangsang ; respon emosional berlebihan.
Tujuan : memulai/ mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perseptual. Kriteria Hasil : mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residual. Mendemonstrasikan perilaku untuk mengkompensasikan terhadap/defisit hasil.
Intervensi/Rasional
Intervensi : a). Ciptakan lingklungan yang sederhana pindahkan perabot yang membahayakan. Rasional : Menurunkan/membatasi jumlah stimulasi penglihatan yang mungkin dapat menimbulkan kebingungan terhadap interpretasi lingkungan. Intervensi : b). Kaji kesadaran sensorik, seperti membedakan panas/dingin, tajam/tumpul, posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian. Rasional : penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan perasaan kinetik berpengaruh buruk terhadap keseimbangan/posisi tubuh. c). Evaluasi adanya gangguan penglihatan. Rasional : Munculnya gangguan penglihatan dapat berdampak negatif terhadap kemampuan klien untuk menerima lingkungan. d). Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti berikan klien suatu benda untuk menyentuh, meraba. Biarkan klien menyentuh dinding/batas-batas yang lainnya. Rasional : membantu melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasi persepsi dan intepretasi stimulasi. e). Anjurkan klien untuk mengamati kakinya bila perlu dan menyadari posisi bagian tubuh tertentu. Rasional : Penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalam mengintegrasikan kembali sisi yang sakit dan memungkinkan klien untuk mengalami kelalaian sensasi dari pola gerakan normal.
d.   Kerusakan komunikasi verbal atau tertulis berhubungan dengan kerusakan sirkulasi, srebral, kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus/control otot fasial/oral, kelemahan umum ditandai dengan kerusakan artikulasi.
Tujuan : Mengidentifikasi pemahaman tentang masalah komunikasi. Kriteria Hasil : membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan. Menggunakan sumber-sumber dengan tepat.
Intervensi/Rasional
Intervensi : a). Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti klien tidak dapat memahami kata atau mengalami kesulitan bebicara atau membuat pengertian sendiri. Rasional : menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan klien dalam beberapa atau eluruh tahap proses komunikasi. Intervensi : b). Mintalah klien untuk mengikuti perintah sederhana (seperti ’buka mata, tunjuk kepintu”) ulangi dengan kata/kalimat yang sederhana. Rasional : melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik (afasia sensorik). Intervensi : c). Tunjukkan objek dan minta klien untuk menyebutkan nama benda tersebut. Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik. Intervensi : d). Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik. Rasional : Klien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau ucapan yang keluar dan menyadari bahwa komunikasi yang diucapkannya tidak nyata. e). Mintalah klien utnuk mengikuti perintah sederhana seperti buka mata ulangi dengan kata/kalimat yang sederhana. Rasional : Melakukan penilaian terhadap kerusakan sensorik. f). Tunjukkan objek dan minta klien untuk menyebutkan nama benda tersebut. Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorok seperti klien mungkin mengenalinya tetapi dapat menyebutkannya.
e.    Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan atau ketahanan, kehilangan control/koordinasi otot.
Tujuan : Mendemonstrasikan teknik/perubahan gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan diri. Kriteria Hasil : melakukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri. Mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
Intervensi/Rasional
Intervensi : a). Kaji kembali dan tingkat kekurangan (dengan menggunakan skala 0-4) untuk melakukan kebutuhan sehari-hari. Rasional : membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenhan kebutuhan secara individual. b). Sadari perilaku/aktivitas impulsif karena gangguan dalam mengambil keputusan. Rasional : Dapat menunjukkan kebutuhan klien. c). Pertahankan dukungan, sikap yang tegas. Beri klien waktu tempat tetapi untuk mengetahui pemberi asuhan yang akan membantu klien secara konsisten. Rasional : Klien akan memerlukan empati tetapi perlu untuk mengetahui pemberi asuhan yang akan membantu klien secara konsisten. d). Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usha yang dilakkan atau keberhasilannya. Rasional : Meningkatkan perasaan makna diri. e). Buat rencana terhadap gangguan penglihatan yang ada seperti letakkan makanan dan alalt-alat lainnya pada sisi klien yang tidak sakit. Rasional : Klien akan dapat melihat untuk memakan makanananya. f). Gunakan alat bantu pribadi, seperti kombonasi pisau bercabang. Rasional : Klien dapat menangani diri sendiri.
f.     Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, perceptual kognitif.
Tujuan : Bicara/berkomunikasi dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang terjadi. Kriteria Hasil : mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri dalam situasi. Mengenali dan menggabungkan perubahan dalam konsep diri dalam cara yang akurat tanpa menimbulkan harga diri yang negatif.
Intervensi : a). Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuannya. Rasional : Penetuan faktor-faktor secara individu membantu dalam mengembangkan perencanaan asuhan/pilihan intervensi. Intrevensi : b). Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaannya termasuk rasa bermusuhannya dan erasaan marah. Rasional : mendemonstrasikan penerimaan/membantu klien untuk mengenal dan mulai memahami perasaan ini. Itervensi : c). Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik. Rasional : membantu peningkatan rasa harga diri dan kontrol atas salah satu bagian kehidupan.
g.    Risiko tinggi terhadap kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskular.
Tujuan : Mendemonstrasikan metode maka tepat untuk situasi individual dengan aspirasi tercegah. Kriteria Hasil : Pertahankan berat badan yang diinginkan.
Intervensi : a). Letakkan klien pada posisi duduk/tegak selama dan setelah makan. Rasional : menggunakan gravitasi untuk memudahkan proses menelan dan menurunkan resiko terjadinya aspirasi. b). Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan ringan di atas bibir dibawah dagu jika dibutuhkan. Rasional : membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol muskuler.
h.    Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenal kondisi dan pengobatan, berhubungan dengan kurang pemahaman, keterbatasan kognitif, kesalahan interpretasi informasi, kurang meningkat. Tidak mengenal sumber-sumber informasi.
Tujuan : Berpartisipasi dalam proses belajar. Kriteria Hasil : mengungkapkan pemahaman tentang kondisi/prognosis dan aturan teurapeutik. Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan.
Intervensi : a). Evaluasi tipe/derajat dari gangguan persepsi sensori. Rasional : Devisi mempengaruhi pilihan metode pengajaran dan sis/kompleksitas instruksi. b). Diskusikan keadaan patologis yang khusus dan kakutan pada individu. Rasional : membantu dalam membangun harapan yang realita dan meningkatkan pemahamanan terhadap keadaan dan kebutuhan sehari-hari. c). Tinjau ulang/pertegas kembali pengobatan yang diberikan, identifikasi cara meneruskan prigram setelah pulang. Rasional : Aktivitas yang dianjurkan pembatsan dan kebutuhan obat/terapi dibuat pada dasarnya pendekatan interdisiplin terkoordinasi. d). Dianjurkan klien untuk merujuk pada daftar/komunikasi tertulis, atau catatan yang ada daripada hanya bergantung pada apa yang diingat. Rasional : memberikan bantuan untuk menyokong ingatan dan meningkatkan keterampilan daya fikir. 
4.    Implementasi
Menurut Carpenito, (2009, hal 57). komponen implementasi dalam proses keperawatan mencakup penerapan ketrampilan yang diperlukan untuk mengimplentasikan intervensi keperawatan. Ketrempilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk implementasi biasanya berfokus pada
a.    Melakukan aktivitas untuk klien atau membantu klien.
b.    Melakukan pengkajian keperawatan untuk mengidentifikasi masalah baru atau memantau status masalah yang telah ada
c.    Member pendidikan kesehatan untuk membantu klien mendapatkan pengetahuan yang baru tentang kesehatannya atau penatalaksanaan gangguan.
d.   Membantu klien membuat keptusan tentang layanan kesehatannya sendiri .
e.    Berkonsultasi dan membuat rujukan pada profesi kesehatan lainnya untuk mendapatkan pengarahan yang tepat.
f.     Memberi tindakan yang spesifik untuk menghilangkan, mengurangi, atau menyelesaikan masalah kesehatan.
g.    Membantu klien melakukan aktivitasnya sendiri
5.    Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat harusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respons terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil (Hidayat,  2008.  hal; 124).



Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Askep Stroke Dan Latar Belakangnya"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel